Di Balik Layar IPO Saham BRIS (BSI, Tbk.)

https://banten.antaranews.com/berita/204501/di-balik-layar-ipo-saham-bris-bsi-tbk

Jakarta (ANTARA) – PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk menginjak usia setahun pasca merger yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 1 Februari 2021, bertepatan dengan 19 Jumadil Akhir 1442 Hijriyah.

Dengan kata lain, awal Februari satu tahun yang lalu menjadi penanda sejarah bergabungnya Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah menjadi satu entitas yaitu Bank Syariah Indonesia (BSI).

Penggabungan ketiga bank syariah tersebut merupakan ikhtiar untuk melahirkan bank syariah kebanggaan ummat yang diharapkan menjadi energi baru pembangunan ekonomi nasional serta berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat luas.

Tidak dapat dipungkiri, keberadaan Bank Syariah Indonesia juga menjadi cerminan wajah perbankan syariah di Indonesia yang modern, universal, dan memberikan kebaikan bagi segenap alam (Rahmatan Lil ‘Aalamiin).

“Hari ini, 1 Februari 2022, setahun kami berikhtiar, menjadi bank syariah yang inklusif dan modern, menopang pengembangan UMKM, menjaga amanah ummat, mendukung pengembangan ekosistem keuangan syariah dan industri halal nasional,” tulis Instagram resmi BSI, @banksyariahindonesia, Selasa (1/2/2022).

Bank Syariah Indonesia menargetkan dapat masuk dalam jajaran 10 bank syariah terbesar secara global atau Top 10 Global Islamic Bank. Peringkat 10 besar tersebut ditargetkan dapat dicapai pada 2025 atau dalam waktu tiga tahun mendatang.

Dalam kaitan itu, BSI mulai merealisasikan program BUMN Go Global yang dicanangkan Menteri BUMN Erick Thohir setelah diterimanya “Letter of incorporation” oleh bank syariah terbesar di Tanah Air tersebut dari Dubai International Financial Center (DIFC) pada 4 November 2021.

Langkah strategis BSI itu diharapkan pula dapat mempererat hubungan antara Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah, khususnya Uni Emirat Arab (UEA), terlebih UEA adalah salah satu pusat investasi global, dimana Dubai adalah pusat keuangan syariah global termasuk Sukuk.

Sejumlah analis saham memperkirakan saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI dapat terdorong ke level 2.000 seiring dengan pencapaian kinerja perseroan sepanjang 2021.

Berdasarkan laporan keuangan BSI yang dirilis di Bursa Efek Indonesia, perseroan mampu membukukan laba bersih sebesar Rp3,03 triliun pada 2021. Raihan itu naik sekitar 38,42 persen dibandingkan tahun sebelumnya atau secara tahunan (yoy).

Dari sisi pembiayaan, BSI mencatatkan pertumbuhan sekitar 9,32 persen yoy menjadi Rp171,29, sementara dalam penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tabungan wadiah mengalami peningkatan 15,30 persen yoy, yaitu mencapai Rp34,10 triliun.

Adapun nilai total tabungan mencapai Rp99,37 triliun atau naik sekitar 11,60 persen yoy. Perseroan juga mampu menekan biaya dana atau cost of fund menjadi 2,03 persen dari sebelumnya 2,68 persen.

Tim di belakang layar

Sebagaimana dijelaskan terdahulu, kode saham BSI Tbk adalah BRIS. BRIS itu sendiri merupakan “surviving entity” (bank survivor alias entitas bank yang berhak menerima penggabungan), yaitu penggabungan dari BSMS, BNIS, dan BRIS.

Penunjukan BRIS sebagai surviving entity itu tidak lepas dari status yang disandang perseroan, dimana BRIS merupakan satu-satunya bank syariah yang telah melantai di pasar bursa saham.

Namun tidak banyak yang mengingat kembali perjuangan tim utama yang melakukan Penawaran Umum Perdana Saham (Initial Public Offering – IPO) sukuk mudharabah muthlaqah BRIS di tahun 2016 yang merupakan awal pembelajaran IPO saham BRIS pada 2018.

Tim inti internal IPO saham BRIS saat itu terdiri dari empat orang, yaitu Komut Hermanto Siregar, Dirut Moch. Hadi Santoso, Dirkeu Wildan, dan anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) Gunawan Yasni.

Gunawan Yasni sendiri adalah Ahli Syariah Pasar Modal (ASPM) pertama di industri pasar modal terlisensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang juga turut membidani sukuk mudharabah muthlaqah BRIS pada 2016.

Peraturan OJK menetapkan bahwa perusahaan yang melemparkan instrumen pasar modal syariah wajib memiliki opini syariah dari profesi penunjang di pasar modal yaitu ASPM.

ASPM membantu underwriter untuk menerbitkan sukuk atau investasi syariah lainnya. ASPM juga membantu strukturisasi atau endorsement penerbitan sukuk tersebut. Jadi, ASPM adalah profesi penunjang.

“Saya dan Ketua DPS BRI Syariah Didin Hafidhuddin turut membantu BRI Syariah sebagai bank pertama yang menerbitkan sukuk mudharabah mutlaqah,” kata Gunawan Yasni dalam perbincangan dengan wartawan di Jakarta belum lama berselang.

Tugas ASPM yang lain, menurut dia adalah membantu pada saat roadshow untuk mendapatkan investor, baik di dalam maupun di luar negeri, seperti ketika road show di Singapura. Tetapi ketika road show di Malaysia yang sudah familiar dengan sistem syariah, mereka hanya perlu tahu bahwa BRI Syariah telah memiliki ASPM.

Gunawan Yasni sendiri adalah anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan anggota Dewan Pengawas/Penasehat Syariah di beberapa lembaga keuangan serta memiliki izin Bapepam sebagai Investment Manager, Underwriter and Broker-Dealer.

Ahli ekonomi syariah yang lahir pada 17 September 1969 itu sering menjadi narasumber di media nasional serta dikenal sebagai penulis untuk topik-topik berkaitan dengan ekonomi dan keuangan syariah. Dia juga memiliki sertifikasi sebagai “Certified Islamic Financial Analyst” dari Pasca Sarjana Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia.

Pada bagian lain, ia menjelaskan, empat tahun berlalu, tidak banyak yang mengetahui dan memahami bagaimana detil perjuangan IPO saham BRIS sampai ke luar negeri yang melibatkan keempat orang Tim inti internal IPO saham BRIS itu.

Dengan keterlibatan tim inti dan tim pendukung internal dan external lain, IPO BRIS memiliki 60 persen ‘standby buyers lokal and international at any strike price’ (pembeli siaga lokal dan internasional dengan harga kesepakatan berapa pun) dalam waktu kurang dari dua bulan.

Dari rekapan ‘behind the scene’ (di belakang layar) IPO Saham BRIS sebagai kode bursa surviving entity BSI Tbk itu ada hal menarik yang bisa dicermati, yakni bahwa Gunawan Yasni selaku anggota DPS saat itu menjadi tokoh yang lumayan sentral dalam road show di dalam dan di luar negeri.

Tentu ini didukung dengan pengalaman yang relatif lama sebagai underwriter dan portfolio manager di industri pasar modal secara umum dari Gunawan Yasni sebelum dia fokus di urusan ekonomi syariah.

Tim pendukung internal dan external IPO Saham mengakui bahwa banyak pihak di dalam dan luar negeri yang mengira bahwa Gunawan Yasni ada di jajaran Komisaris atau Direksi BRIS saat itu.

Standby buyers merasa bahwa penyampaiannya yang luas dan dalam serta tidak melulu  memberikan penjelasan tentang syariah jauh melebihi kapasitas gabungan Komisaris, Direksi dan DPS.

Beberapa pihak yang menyampaikan hal ini antara lain ‘key persons’ dari Saturna dan Prince Capital. Saturna Capital bekedudukan regional di Kuala lumpur Malaysia dan Prince Capital berkedudukan regional di Singapura. Keduanya adalah perusahaan asset management dari Amerika.

Kemudian, dalam perkembangannya, harga saham BRIS tidak pernah diperdagangkan di bawah harga perdana. Publik di Indonesia bahkan di luar negeri percaya dengan kredibilitas perusahaan dan keberadaan sahamnya di pasar modal.

Perkembangan sistem syariah di Indonesia itu tidak dialami Malaysia, karena pengembangan syariah di Malaysia bersifat “top down”. Ada unsur perintah Kerajaan terkait pengembangan sistem syariah dalam perbankan nasionalnya yang secara tidak langsung menjadi keharusan bagi masyarakat untuk memahami sistem ini sebagai bagian dari kehidupan sehariannya.

Sementara di Indonesia syariah berkembang karena keinginan masyarakat. Kalau permintaan masyarakat sudah menjadi sedemikian besar, maka perbankan syariah di Indonesia akan menjadi raksasa mengalahkan perbankan konvensional.

Gunawan Yasni lebih lanjut menyatakan, keyakinan dari para investor untuk memilih BRIS tak terlepas dari strategi reasoning (penjelasan dengan baik) dan convincing (meyakinkan dengan sungguh-sungguh) sebagai kata kunci untuk meraih investor secara signifikan.

“Pada saat BRI Syariah memberikan paparan di berbagai tempat, kami telah mengatur siapa yang akan memberikan penjelasan tentang bisnis, prospek, kondisi ekonomi, sistem syariah, dan berbagai penjelasan lainnya jika para investor bertanya lebih dalam mengenai BRI Syariah,” katanya.

Pertanyaan-pertanyaan mereka harus sedapat mungkin dijawab dengan baik. Tetapi tidak sekedar bisa menjawab, tim juga harus bisa meyakinkan dengan penjelasan dari sisi makro, kondisi market, dan lain-lain.

“Kalau cuma reasoning saja, tanpa convincing, jadinya lebih bersifat defensif. Pada titik itulah kami dengan segala upaya memberikan penjelasan lebih dalam untuk meyakinkan para investor,” demikian Gunawan Yasni.

*Penulis, Aat Surya Safaat, adalah Wartawan Senior dan Pengajar Komunikasi Bisnis di beberapa Perguruan Tinggi di Jakarta. Sejak dua tahun terakhir mantan Direktur Pemberitaan Kantor Berita ANTARA ini mendapat amanah sebagai Wakil Sekretaris Komisi Infokom MUI dan Ketua Bidang Luar Negeri Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).

“Sang Penatap Matahari”, Novel Inspiratif Sang Duta Syariah

https://banten.antaranews.com/berita/199213/sang-penatap-matahari-novel-inspiratif-sang-duta-syariah

Jakarta (ANTARA) – Di kalangan indusri keuangan syariah, siapa yang tak kenal Muhammad Gunawan Yasni? Pria kelahiran 17 September 1969 yang lebih dikenal sebagai Gunawan Yasni itu adalah seorang ahli keuangan syariah dan anggota Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) serta anggota Dewan Pengawas/Penasehat Syariah di beberapa lembaga keuangan lainnya.

Gunawan Yasni dibesarkan di lingkungan keluarga terdidik yang memegang penuh keyakinan terhadap nilai-nilai Islam. Ayahnya, Zainul Yasni adalah ahli ekonomi syariah yang pernah bertugas sebagai Ketua Tim Koordinasi Kegiatan Ekspor ke Timur Tengah Departemen Perdagangan dan Koperasi hingga menjadi Duta Besar Indonesia di Yordania.

Sang Ayah menularkan pengetahuan dan pemahaman tentang ekonomi syariah kepadanya dengan memberi berbagai referensi tentang standar ekonomi syariah dan filosofi bermuamalah menurut keyakinan Islam.

Tak heran jika pemilik gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Magister Managemen Keuangan dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Prasetiya Mulya itu begitu fasih berbicara tentang ekonomi dan keuangan syariah.

Terkait keahliannya, ia juga telah menulis empat buku, yakni “Ekonomi dan Keuangan Syariah: Pemahaman Singkat dan Penerapan Ringkas” (dalam bahasa Indonesia dan Inggris); “Ekonomi Sufistik”; “Investasi Syariah”; dan “Pemikiran Ringkas Keuangan Islam” (dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab).

Tapi siapa sangka Muhammad Gunawan Yasni, SE.Ak., MM, CIFA, FIIS yang pada 2014 dinobatkan Karim Consulting sebagai “Sharia Ambassador” (Duta Syariah) dan “Icon of Sharia Capital Market” (Ikon Pasar Modal Syariah) itu juga telah menulis sebuah novel bergenre romantisme dalam dua bahasa (Indonesia dan Ingggris), masing-masing dengan judul “Sang Penatap Matahari” dan “The Sun Gazer”.

Novel “Sang Penatap Matahari” itu sendiri diberi kata pembuka oleh sosok misterius bernama Saray. Dialah yang menceritakan siapa Mogayer Gamil Yahya, tokoh utama novel ini (bukan kebetulan nama penulisnya adalah Muhammad Gunawan Yasni). Melalui Saray, pembaca mengetahui siapa Mogayer serta asal-usulnya.

Diilhami kisah nyata

Novel setebal 454 halaman dan terdiri dari 12 bagian itu sejatinya diilhami kisah nyata masa lalu, saat ini, dan masa depan penulisnya, seorang pria yang menyebut dirinya “A father to no one” (Ayah dari tak seorang pun) karena Mogayer “divonis” tidak akan bisa memberi keturunan akibat kondisi kesehatan di masa kecilnya, yaitu kelainan pada tulang kakinya.

Mogayer yang pada masa anak-anak cenderung penyendiri, kadang bersembunyi dalam keramaian, menutup diri dan bahkan menghindari cahaya matahari, pada masa remajanya menemukan pucuk-pucuk cintanya pada wanita-wanita luar biasa.

Mereka bagai datang dari dunia lain, khusus untuk melembutkan hati Mogayer, mengusir kesepiannya, membentuk kepribadiannya, dan menumbuhkan rasa percaya dirinya. Kisah cintanya berliku, unik dan indah karena datang dari ketulusan.

Wanita-wanita dimaksud adalah Sarah Scott Allenby yang dikenalnya saat Mogayer belajar di American Community School (ACS, setingkat SMA) di Yordania, dan Alejandra Magnolia saat dia belajar setingkat SMA di Sekolah Indonesia Cairo (SIC) Mesir.

Sarah Allenby adalah cucu dari Edmund Henry Hynman Allenby, jenderal perang Inggris yang menjadi Komandan Pasukan Gabungan ketika merebut Palestina dari penguasaan Kekhilafahan Turki Usmani.

Nama Allenby diabadikan menjadi nama sebuah jembatan yang merupakan satu-satunya akses bagi warga Palestina yang akan keluar dari negaranya yang sedang dijajah Zionis Israel. Namanya “Allenby Bridge” atau sekarang disebut “King Hussein Bridge” (Jirs Al-Malek Hussein).

Sarah Allenby sendiri sangat peduli terhadap kondisi orang-orang Palestina dan sangat mencintai anak-anak Palestina yang menjadi pengungsi karena kampung halamannya digusur tentara Zionis Israel, bahkan Sarah kemudian meninggal tragis karena menjadi martir dalam pembelaan bagi orang-orang Palestina.

Sementara itu Alejandra Magnolia adalah gadis cantik puteri Atase Pertahanan Meksiko di Mesir, Eduardo Luis Martinez. Magnolia mempunyai minat baca yang luar biasa terkait teologi, filsafat, dan budaya, meski baru sekolah setingkat kelas satu SMA.

Tapi “kebersamaan” dengan Magnolia tidak berlangsung lama karena ayah gadis Meksiko itu ditarik pulang lebih cepat ke negaranya dari tugasnya selaku Atase Pertahanan Meksiko di Mesir.

Setelah lulus dari sekolah di Kairo Mesir, Mogayer langsung mengikuti tes masuk perguruan tinggi, Sipenmaru (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Dia fokus mengincar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Masa-masa kuliah tampaknya tidak seindah masa-masa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, baik saat belajar di Yodania maupun di Mesir. Romantisme masa remajanya sudah dihabiskan di dua negeri para Nabi itu. Dia kembali menjadi penyendiri meskipun tidak takut lagi pada sinar matahari.

Mogayer benar-benar memanfaatkan masa kuliahnya sebagai masa belajar serius dan mulai meletakkan fondasi bagi mimpi-mimpinya. Dia juga untuk sementara menutup hatinya terhadap wanita meski dia tahu ada teman seangkatannya yang berusaha tebar pesona di hadapannya.

Teladan Nabi Ibrahim

Mogayer, nama samaran Gunawan Yasni itu, lulus dari Fakultas Ekonomi dan menyandang predikat Akuntan dari Universitas Indonesia serta memperoleh gelar Magister Management Keuangan dari Prasetiya Mulya. Dia juga memiliki sertifikasi sebagai Certified Islamic Financial Analyst dari Pasca Sarjana Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia.

Gunawan yang kini beristrikan Aisha adalah juga seorang Fellow di Islamic Insurance Society (FIIS) dan pemegang Sertifikasi Level Lanjutan (Level IV) Manajemen Risiko Perbankan.

Ahli Keuangan syariah itu berpisah dengan istri pertamanya Asiyah yang diharapkannya menjadi “mujahidah” dengan cara baik-baik karena dia merasa tidak akan bisa memberikan keturunan, sedangkan istri keduanya Aisha menyatakan ridho untuk tetap menjadi istri yang setia meski tahu bahwa Gunawan tidak akan bisa memberikan keturunan.

Sejak beberapa tahun terakhir, pemikiran Gunawan Yasni yang paling banyak didengar, dibahas, hingga dikutip berbagai kalangan cendekiawan adalah keinginannya menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia.

Tampaknya menjadi pendakwah ekonomi dan keuangan syariah sudah menjadi jalan hidup seorang Gunawan Yasni. Ia sering menjadi narasumber untuk media-media nasional serta dikenal kompeten dalam menulis dan berbicara tentang topik yang berkaitan dengan ekonomi dan keuangan syariah.

Gunawan Yasni telah mengkomunikasikan pesan ekonomi syariah selama hampir 25 tahun dalam upaya mewujudkan harapannya menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi Syariah dunia. Ia juga sering diundang menjadi pembicara terkait ekonomi dan keuangan syariah ke berbagai negara, termasuk ke Amerika dan Spanyol.

Dia mencita-citakan agar masyarakat terbebas dari riba, sementara dalam ekonomi syariah tampak jelas adanya kebaikan atau kemaslahatan dan keadilan yang tidak hanya diperuntukkkan bagi orang Muslim semata.

Meminjam istilah pakar ekonomi syariah non Muslim yang juga praktisi hukum bisnis dari Amerika, Michael McMillen, ekonomi syariah sejatinya memadukan antara “the profit” (keuntungan) yang menjadi incaran perusahaan dengan panduan “the prophet” (Nabi) Muhammad yang menjadi panutan dan teladan umat Islam.

Kembali mengenai novel “Sang Penatap Matahari”,  novel yang diangkat dari kisah nyata itu sangat menarik, terutama karena kisah cinta Mogayer dengan Sarah dan Mogayer dengan Magnolia bukan hanya romantis, tetapi juga sangat isnpiratif.

Dari merekalah Mogayer belajar tentang kesetiaan, harga diri, empati, kejujuran, keberanian, dan kasih sayang. Mogayer, anak bungsu dari delapan bersaudara yang dulu selalu mengurung diri karena sering ditinggal kedua orangtuanya bertugas ke daerah dan ke luar negeri, selanjutnya justru menjadi sang penatap matahari.

Diakuinya pula, rasa percaya dirinya, meski kadang naik-turun, juga terbentuk berkat bimbingan kakak sulungnya, Yus yang melatihnya menekuni olahraga bela diri karate sewaktu ia berstatus pelajar sebelum berangkat ke Yordania, mengikuti ayahnya yang mendapat amanah sebagai Duta Besar RI untuk Yordania.

Membaca novel ini pembaca dibuat penasaran, karena penulisnya menyajikan kisah yang hidup dan imajinatif, halaman demi halaman, dengan bahasa yang ringan dan sederhana serta mudah dicerna.

Penulis seperti mencurahkan semua perasaan yang menghimpitnya hingga pembaca seperti diajak masuk ke dalam masalah yang sedang dia hadapi, bahkan pembaca yang melankolis bisa menitikkan airmata ketika mencermati beberapa episode perjalanan hidup Mogayer dalam novel “Sang Penatap Matahari” yang kini dapat dipesan melalui tokopedia itu.

Kembali terkait pernikahan dengan istri keduanya, ada sesuatu yang unik. Mereka menikah secara sederhana, tepat saat kaum Muslimin menyembelih hewan qurban. Mereka menikah sore hari dalam suasana Hari Raya Idul Adha serta hanya dihadiri keluarga dan kerabat dekat.

Filosofi di balik pernikahan Mogayer dan Aisha di Hari Raya Idul Qurban itu adalah teladan Nabi Ibrahim A’laihissalam. Mereka ingin belajar kepada keluarga Bapak dari para Nabi tersebut. Belajar keikhlasan dan kesetiaan. Bertemu dan berpisah karena Allah, dan menerima semua ketentuan Allah tanpa prasangka.

*Resensi novel ini ditulis oleh Aat Surya Safaat, Wartawan Senior dan Konsultan Komunikasi yang pernah mendapat amanah sebagai Kepala Biro Kantor Berita ANTARA di New York (1993-1998) dan Direktur Pemberitaan ANTARA (2016).

The Sun Gazer – Sang Penatap Matahari

Width : 15 cm, Height : 23 cm, Thick : 3.3 cm, Weight : 600 grams, Content : 454 Pages

Aku Saray …

Aku hanya ingin bercerita tentang Mogayer Gamil Yahya. Mungkin nama yang asing dan terdengar aneh. Nama yang membuat aku melintasi waktu dan masa untuk menunaikan amanah dari moyangnya. Memastikan dia menjemput takdirnya. Dalam sepi, aku adalah temannya. Dalam gundah gulana, aku ada di sisinya. Meskipun dimensinya berbeda denganku, tapi aku selalu ada untuknya. Aku tak terjangkau pandangan matanya, meskipun aku sangat dekat. Karena akulah pengasuh sejatinya.

Mogayer sang penyendiri, yang kadang bersembunyi dalam keramaian, menutup diri dan menghindari cahaya matahari, menemukan pucuk-pucuk cintanya pada wanita-wanita luar biasa. Mereka bagai datang dari dunia lain. Khusus untuk melembutkan hatinya, mengusir kesepiannya, membentuk kepribadiannya dan menumbuhkan rasa percaya dirinya. Kisah cintanya berliku, unik dan indah, karena datang dari ketulusan. dari mereka, dia belajar tentang kesetiaan, harga diri, empati, kejujuran, keberanian, juga kasih sayang.

Dia yang dulu selalu mengurung diri dalam kegelapan, sekarang adalah sang penatap matahari …

Dan aku Saray … Ini bukan kisah tentang aku.

Untuk para pembaca The Sun Gazer - Sang Penatap Matahari, sosok Saray adalah Qarin atau 'Ainul Mardhiyyah atau Malaikat yang diperuntukkan orang saleh karena selalu menjaga kesucian-Nya?

Menjadikan Indonesia sebagai “Pusat Keuangan Syariah Yang Tak Diragukan”

https://banten.antaranews.com/berita/197077/menjadikan-indonesia-sebagai-pusat-keuangan-syariah-yang-tak-diragukan

Serang, Banten (ANTARA) – Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 berisi cita-cita mulia serta berjangkauan jauh ke depan, antara lain sebagai berikut:

Pasal 33 UUD 1945 ayat (3) menyatakan bahwa: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Kemudian, Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”

Dengan melihat esensi Pasal 33 ayat (3) dan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 itu rasanya tidak berlebihan jika penguatan Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dalam pengelolaan keuangan negara diupayakan melalui integritas dan akuntabilitas Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI).

Dalam kaitan ini, Kemenkeu RI itu sendiri diposisikan sebagai bendahara dan pengelola keuangan negara dalam konteks fiskal, di mana Direktorat Jendral Pajak dan Badan Kebijakan Fiskalnya dikomprehensifkan dengan BWI dan Baznas, dan Badan Kebijakan ZISWaqf-nya berada di bawah satu atap Kemenkeu RI.

Sebagai bendahara dan pengelola keuangan negara sudah sepantasnya Kemenkeu RI menjadi nazhir dan amil yang mempunyai integritas dan akuntabilitas dunia dan akhirat, karena esensinya merupakan pihak yang dapat diisi oleh ulama, zuama dan umara, sekaligus untuk menjalankan fungsi kebendaharaan dan kepengelolaan keuangan negara yang komprehensif.

Sejak beberapa tahun terakhir ini Kemenkeu RI berkolaborasi dengan BWI dan Baznas dengan mencoba menggarap instrumen keuangan syariah sosial semisal Cash Waqf Link Sukuk (CWLS).

CWLS merupakan produk yang dikolaborasikan untuk BWI dan sebagian dapat menggunakan dana infaq dan shadaqah di luar zakat yang sementara dapat ditempatkan di CWLS untuk memperoleh kemanfaatan dana infaq shadaqah yang lebih besar dari sisi pahala akhirat maupun imbal jasa dunia dalam skala nasional.

Kemenkeu RI dengan reputasi internasionalnya yang menjadikan Green Sovereign Sukuk RI nomor 1 di dunia, di-endorse oleh Center for International Climate and Environmental Research Organization (CICERO) Norwegia sebagai Green Framework Advisory, bekerjasama dengan United Nations Development Program (UNDP) yang menerapkan Sustainable Development Growths (SDGs).

Bahkan sampai saat tulisan ini dibuat Green Sovereign Sukuk RI masih merupakan satu-satunya sukuk negara di dunia dengan menggunakan green framework.

Kemenkeu RI dengan Green Sukuk yang sangat menitikberatkan kepada pelestarian bumi beserta isinya, rasanya sangat pantas menjadi yang pertama kali mengkolaborasikan dan mengintegrasikan kebijakan fiskal dengan kebijakan ZISWaqf secara nasional.

Konsekuensinya tidak perlu lagi terjadi pembayaran fiskal yang tidak ada kaitannya dengan pembayaran ZISWaqf dan pastinya dapat membuat Lembaga-Lembaga Keuangan/Bisnis /Perekonomian Syariah (LK/B/PS) menjadi lembaga yang terbebani dengan keharusan membayar pajak perusahaan yang tidak ada kaitannya dengan zakat perusahaan.

Dengan Kemenkeu RI yang menjalankan fungsi kebendaharaan dan kepengelolaan keuangan negara yang komprehensif untuk fiskal sekaligus ZISWaqf, maka negara benar-benar menjalankan fungsi yang berawal dari sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dan berujung pada sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lebih khusus lagi pada esensi Pasal 33 ayat (3) yang dijalankan BWI sebagai nazhir atas amanah dari para waqif atas waqf temporer maupun abadi serta pada esensi Pasal 34 ayat (1) yang dijalankan Baznas sebagai amil zakat, infaq, dan sodaqoh (ZIS).

Dalam konteks ini, BWI dan Baznas disejajarkan dengan Direktorat Jendral Pajak, dan untuk strategi dan implementasinya Kemenkeu membentuk Badan Kebijakan ZISWaqf sebagaimana Badan Kebijakan Fiskal yang sudah ada di Kemenkeu RI.

Penguatan BWI dan Baznas dalam pengelolaan keuangan negara akan menjadikan keduanya dengan kantor-kantor perwakilannya menasional dan sejajar dengan Direktorat Jendral Pajak.

Sepemahaman kami, ini adalah hal pertama yang ideal untuk dilakukan sebagaimana Indonesia sudah berupaya menepis isu pembiaran perusakan hutan tropis dengan menerbitkan sukuk negara berbasis green framework yang melestarikan bumi beserta isinya serta masih satu-satunya negara yang berani menerbitkannya sampai tulisan ini dibuat.

Potensi ZISWaqf di Indonesia sendiri sejatinya begitu besar, namun realisasinya masih jauh di bawah potensinya. Maka, diperlukan adanya bendahara dan pengelola keuangan negara, dalam hal ini Kemenkeu RI untuk melakukan terobosan yang maslahat bagi bangsa dan negara ke depan serta menjadikan Indonesia sebagai negeri yang “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur”.

Penguatan BWI dan Baznas dalam pengelolaan keuangan negara di bawah Kemenkeu RI adalah sebuah keniscayaan yang menjadikan Indonesia sebagai ‘Undisputed Center’ of Sharia Finance (Pusat Keuangan Syariah Yang Tidak Diragukan) karena terobosan-terobosannya yang dapat menjadi uswah hasanah (contoh yang baik) di kancah dunia internasional.

*M. Gunawan Yasni adalah Bendahara Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan anggota Dewan Pengawas/Penasehat Syariah di beberapa lembaga keuangan. Tulisan ini akan dijadikan bagian dari rekomendasi pada Ijtima’ Sanawi (Annual Meeting) DSN-MUI dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) 2021.