The Hybrid Student – Gunawan Yasni (Muslim Ghafarrah)
Memasuki abad 21, banyak masyarakat muslim yang dibingungkan dengan berkembangnya budaya-budaya bid’ah, liberalisme, klenik dari dalam masyarakat muslim sendiri ataupun masyarakat di luar muslim. Disebut budaya karena bukan timbul dari pemahaman tauhid yang sudah jelas benar dalam Islam yaitu Laa ilaha illallaah, Muhammadar Rasuulullaah. Di sinilah peran pemberdaya syariah dibutuhkan untuk membangun pelaku-pelaku kehidupan dengan pengetahuan dan pemahaman luas yang tangguh lahir-batin untuk mengimplementasikan, memelihara dan meningkatkan iman dan takwa masyarakat dalam bidang yang seluas-luasnya termasuk ekonomi, politik, pertahanan nasional dan tentunya diri sendiri dan keluarganya dengan tauhid yang benar.
Sebagai contoh dalam ekonomi, besaran keberhasilan dalam perekonomian sangat banyak ditentukan oleh insan-insan pelakunya. Oleh karenanya pengetahuan dan pemahaman luas serta ketangguhan lahir-batin dalam diri masing-masing insan tersebut akan sangat menentukan kapasitas dan produktivitas ekonomi yang bisa dihasilkan. Untuk itu dibutuhkan satu metode peningkatan seni pertahanan diri atas sumber daya insani yang ditujukan tidak hanya membuat seorang itu menjadi profesional pada bidang kerjanya tapi juga secara fisik, mental dan spiritual kuat menghadapi segala macam tantangan, baik yang timbul dari bidang kerjanya maupun hidupnya secara keseluruhan. Seorang pemberdaya syariah sebaiknya membekali dirinya dengan apa yang disebut sebagai Islamic Base Defensive Art atau IBDA.
Syariah sendiri disepakati untuk diterjemahkan sebagai “Jalan Mendekatkan Diri Kepada Allah Tuhan Semesta Alam”, Allah Yang Al Qowiy (Maha Kuat) dan Al Waliy (Maha Melindungi) juga Allah Yang Al Muhyi (Maha Menghidupkan) dan Al Mumit (Maha Mematikan). Memang kata syariah telah ada dalam bahasa Arab sebelum turunnya Al Qur’an. Kata yang semakna dengannya juga telah ada dalam Taurat dan Injil yang mengisyaratkan pada pemaknaan ”wahyu kehendak Tuhan sebagai wujud kekuasaanNya atas manusia” berdasarkan nalar kritis syariah Muhammad Said Al Asymawi yang dikutip Encyclopedia Britannica. Dengan demikian IBDA sejalan dengan Syariah yaitu seni pertahanan diri yang tujuannya adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai Tuhan Semesta Alam dengan tauhid yang jelas benar.
Masyarakat timur dan barat lainnya, dalam sekian tahun terakhir ini, banyak yang mencari metode pencerahan mental spiritual yang katanya membuat mereka lebih siap menghadapi berbagai macam tantangan pekerjaan dan kehidupan yang lebih besar. Metode pencerahan mental spiritual ini sendiri disinyalir mampu mengangkat kemampuan fisik dan non-fisik kepada tingkat yang lebih baik. Namun banyak masyarakat muslim yang dibingungkan dengan pendapat-pendapat di kalangan masyarakat muslim sendiri yang mengatakan bahwa metode semacam ini melibatkan unsur-unsur klenik, jin bahkan syaithan yang semakin menjauhkan dari Islam. Islamic Base Defensive Art dibuat atau lebih tepatnya dikompilasi dari Physical & Metaphysical Self Defence (Bela Diri Fisik dan Metafisik) yang mengacu kepada tauhid yang jelas benar dengan memperhatikan cara-cara Rasulullah SAW berolah raga dan berolah jiwa dalam hidup sehatnya. Kehadiran IBDA adalah untuk meluruskan tudingan-tudingan miring bid’ah dan klenik kepada setiap muslim yang berupaya memperkuat fisik, mental dan spiritualnya dengan latihan-latihan fisik dan metafisik tertentu dengan mengharap keridhaan Allah SWT.
Intinya adalah melakukan olah gerak dan olah napas sekaligus olah jiwa berbasis spiritualisme Islam sebagai upaya peningkatan kekuatan tubuh dan kesehatan serta ikhtiar pengobatan atas berbagai penyakit fisik dan non-fisik sesuai dengan inti kehidupan seorang muslim yang mengolah gerak, napas, jiwa dengan spiritualisme Islam untuk mencari ridha Allah SWT. Bisa dikatakan sebagai refleksi dari ikrar seorang muslim ketika ia beribadah, ”Qul inna shalaati wanusukii wamahyaaya wamamaatii lillaahi rabbil ’alamiin” (Yaa Allah, aku berikrar, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah Tuhan Semesta Alam).
Dalam Surah Ali Imran (3) : 190-191 Allah berfirman:
”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Dengan IBDA diharapkan sumber daya insani terlatih untuk menjadi orang-orang yang senantiasa mengingat Allah dalam bernapas, diam atau bergeraknya dan senantiasa memikirkan kejadian penciptaan alam dan dirinya. Manusia adalah ciptaan Allah kedua terbesar setelah alam semesta sesuai dengan firmanNya Surah Al Mu’min (40) : 57 ”Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui.”
Unsur-unsur yang banyak ada di alam semesta secara makrokosmos ada juga di dalam manusia secara mikrokosmos. Tapi kebanyakan dari manusia tidak mengetahuinya. Manusia yang menyadari dan mempelajari unsur-unsur alam yang ada dalam dirinya akan menjadi perintis, penyelaras, pemberdaya dan tentu saja menjadi panutan manusia dan bermanfaat bagi alam semesta sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW sesuai dengan firman Allah dalam Surah Al Anbiya (21) : 107 ”Dan tidaklah Kami utus kamu (ya, Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” Atau dengan kata-kata yang lain menjadi sumber daya insani yang mampu menjadi pembuka bagi orang lain dalam memperoleh penyelarasan dan pemberdayaan dalam hidup untuk mencari Ridha Allah SWT. Mengolah unsur-unsur di alam semesta secara makrokosmos menurut ilmu fisika akan menghasilkan kekuatan-kekuatan tertentu. Sama halnya dengan mengolah unsur-unsur dalam diri manusia secara mikrokosmos menurut ilmu metafisika akan menghasilkan kekuatan-kekuatan tertentu. Tudingan-tudingan bahwa ilmu metafisika sama dengan ilmu sihir menjadi tidak beralasan selama fenomena ilmu fisika secara makrokosmos di alam semesta sama dengan fenomena ilmu metafisika secara mikrokosmos dalam diri manusia. Ilmu fisika terapan telah berhasil menciptakan bahan-bahan baja ringan yang lebih kuat dari besi baja yang kita kenal selama ini, sebagaimana dalam IBDA yang berisikan latihan-latihan fisik dan metafisik tertentu telah memperkuat manusia sehingga bisa mematahkan besi keras dengan pukulan tangan kosong, dan ini bukan ilmu sihir. Ilmu fisika terapan juga telah mampu menciptakan penglihatan berdasarkan energi panas benda-benda, sebagaimana dalam IBDA latihan metafisik tertentu telah membuat sensitif penglihatan manusia sehingga bisa melihat wujud benda-benda dalam warna-warna aura energinya, dan sekali lagi ini bukan sihir. Tingkatan ilmu ini jauh di bawah karamah orang-orang shalih atau bahkan mu’jizat para nabi. Namun bukan tidak mungkin orang-orang yang berlatih IBDA suatu saat menjadi bagian dari orang-orang shalih yang diberi karamah oleh Allah SWT karena keridhaanNya.
Berolah gerak, napas dan jiwa berbasis spiritualisme Islam untuk membentuk manusia-manusia yang sehat, memiliki tubuh yang kuat, mental yang tangguh disertai moral dan etika yang tinggi dan senantiasa mencari ridha dan lindungan Allah Tuhan Semesta Alam sesungguhnya mengacu kepada yang tersurat dan tersirat dalam Hadits Nabi Muhammad SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari & Muslim sebagai berikut:
“Muslim yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada muslim yang lemah”.
Kekuatan ekonomi, politik, ketahanan nasional dan lainnya banyak ditentukan oleh kekuatan sumber daya insani yang menjadi pelaku kehidupan. Kekuatan fisik dan pikiran, juga kekuatan mental dan spiritual sumber daya insani baik secara individu ataupun kolektif menjadi modal utama pengembangan ekonomi, politik dan ketahanan nasional. Dan IBDA merupakan salah satu bagian dalam Jalan Mendekatkan Diri Kepada Allah Tuhan Semesta Alam (bukan hanya Tuhan Kaum Muslim) dari para pelakunya.