Morocco – Al Maghrib: Persahabatan, Diplomasi Ekonomi & Politik
Maroko adalah negara kerajaan berkonstitusi Islam yang eksotis karena bahasa dan budaya serta penduduknya bercampur dalam esensi Arab dan Eropa terutama Perancis & Spanyol. Kisaran jumlah penduduknya yang sekitar 40 jutaan dengan berbagai macam etnis dan ras Eropa bercampur Timur Tengah & Afrika Utara, kelas ekonomi masyarakatnya yang menumpuk di kelas menengah dan menengah ke bawah serta ekonominya dengan titik berat sektor komoditas tradisional kerajinan rumah tangga & industri manufaktur fosfat, merupakan hal yang menjadikan negara ini menjadi tujuan pariwisata masyarakat Eropa, Amerika & belahan dunia lainnya. Turis mancanegara yang datang ke Maroko setiap tahunnya mencapai angka 40 jutaan juga, sama banyaknya dengan kisaran jumlah penduduknya.
Maroko berupaya untuk menjadi negara yang mandiri karena Raja Hasan II terpesona dengan diplomasi kemandirian negara merdeka Republik Indonesia yang disampaikan mendiang Presiden Sukarno dalam Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Sebagai negara kerajaan berkonstitusi Islam, Maroko sadar benar dengan hakikat kemerdekaan & kemandirian. Kemandirian adalah salah satu yang yang diperumpamakan dalam bagian terakhir Hadits periwayatan dari Suhaib Ar Rumi r.a., bahwa Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual” (H.R. Ibnu Majah).
Sangat disayangkan bahwa upaya Maroko untuk memiliki keuangan & perbankan Islam yang mandiri selalu dijegal oleh kepentingan Eropa khususnya Perancis. Ada tiga tonggak historis upaya pembakuan keuangan & perbankan Islam yang digagalkan pihak-pihak asing, yaitu tahun 1985, 1995 dan terakhir di 2007. Di 2012 dan 2013 ini, Party of Justice & Development (PJD) yang Islami dan Modern menguasai 105 dari 300 kursi parlemen berhasil membuat Parlemen Maroko meloloskan & menandatangani draft Undang-Undang yang akan membakukan keuangan & perbankan Islam. Insya Allah, Undang-Undang ini segera ditandatangani dan disahkan Raja Muhammad VI di 2013.
Penulis sangat beruntung, atas koordinasi Bapak Duta Besar Tosari Widjaja melalui Sekretarisnya Husnul Amal Mas’ud dapat bertemu dengan orang kedua yang berkuasa setelah Raja Maroko, yaitu Perdana Menteri Abdelilah Benkirane dari partai PJD dan memberikan penjelasan singkat dalam Fusha Arabic & masukan-masukan dalam bahasa Inggris di forum Komisi Keuangan Parlemen Maroko yang kebanyakan terdiri dari anggota PJD dan juga dihadiri oleh Menteri Najib Boulif yang bertanggung jawab atas General Affairs & Good Governance Maroko. Penjelasan dan masukan-masukan adalah sharing tentang pembakuan keuangan dan perbankan syariah di Indonesia. Di dalam forum ini juga, beberapa anggota parlemen menyampaikan harapannya agar Indonesia dapat menjadi coach bagi Maroko dalam keuangan & perbankan Islam sebagaimana Indonesia pernah menjadi coach bagi Maroko untuk menjadi negara merdeka dari Perancis melalui forum-forum semisal Konferensi Asia Afrika. Dalam kesempatan lawatan selama 1 bulan untuk mempelajari bahasa arab yang lebih komunikatif, penulis juga menyampaikan overview bertajuk Islamic Banking & Finance for Morocco – the Indonesian Way di Asosiasi Persahabatan Indonesia & Maroko yang dikoordinasi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (Kedubes RI) di Rabat – Maroko. Hadir dalam overview ini anggota-anggota parlemen dari PJD, think tank ekonomi dan budaya Islam seperti para professor dan akademisi dari universitas-universitas terbaik di Maroko, dan tentu saja Bapak Duta Besar beserta para staf & masyarakat Indonesianya yang sangat mendukung kegiatan ini. Secara eksplisit penulis menawarkan kemampuan expertise khas Indonesia dalam forum-forum yang penulis hadiri. Institusi-institusi utama yang penulis sampaikan kepada Kedubes RI sebagai pihak yang standby untuk dilihat sebagai model & dijadikan coach dalam pembakuan keuangan & perbankan Islam Maroko yang berbasis micro finance adalah Bank BRI Syariah & International Center for Development in Islamic Finance (ICDIF) Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) – Bank Indonesia (BI) serta tentu saja Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI). Buku Kumpulan Fatwa no. 1 – 82 dalam bahasa Arab DSN – MUI sudah ada di Kedubes RI dan anggota parlemen serta think tank pembakuan keuangan & perbankan Islam Maroko. Secara kelembagaan, penulis berharap Fatwa DSN – MUI bisa dikirim dan didistribusikan lebih banyak ke Kedubes RI Rabat disertai dengan skedul-skedul seminar & pelatihan internasional keuangan & perbankan syariah yang diadakan oleh Indonesia untuk dihadiri oleh sahabat-sahabat penting anggota parlemen & think tank dari Maroko.
Salah seorang wali songo Indonesia, yaitu Maulana Malik Ibrahim berasal dari Maroko. Beliau termasuk yang mengawali tersebarnya persaudaraan Islam secara baik di masyarakat Nusantara. Dengan demikian sebagai 2 negeri yang sangat terhubung secara historis dalam silaturrahim ukhuwah Islamiyah, tidak berlebihan kiranya jika Indonesia dapat memfasilitasi Maroko memasuki keuangan & perbankan syariah dengan memberikan training & advisory melalui hubungan formal government to government yang akan menjadi indikator utama keberhasilan Diplomasi Ekonomi Indonesia di mata dunia. Maroko memang “cantik”, “indah” dan “eksotis” untuk dijadikan target Diplomasi Ekonomi Syariah karena posisi negaranya yang menjadi target pariwisata dan bisnis negara-negara Eropa dan Timur Tengah. Produk-produk buatan Maroko sangat mudah diterima oleh Eropa dan Timur Tengah. Bayangkan jika Indonesia berkolaborasi sebagai produsen barang-barang dengan kualitas baik dengan Maroko untuk lebih mudah masuk ke pasar Eropa dan Timur Tengah.
Negara dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia tak serta merta menjadikan Indonesia memiliki peran besar dalam ekonomi syariah. Padahal banyak pihak, terutama dari negara-negara Islam di Timur Tengah & umat lainnya seperti negara-negara pecahan uni soviet serta tentu saja Maroko, berharap Indonesia dapat menjadi penengah dengan kemoderatannya dalam membagi kemampuannya untuk menanggapi berbagai rencana penerapan ekonomi syariah yang ada saat ini dengan kemampuan penerapan ekonomi dan keuangan syariah yang ditandai dengan koordinasi baik penerapan fatwa keuangan syariah antara Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia dan Otoritas Keuangan Indonesia.
Sangat ironis jika melihat sikap negara-negara tetangga Indonesia yang berambisi menjadi hub keuangan syariah di Asia dan dunia. Singapura dalam diplomasi ekonomi syariahnya, pernah menyebutkan bahwa salah satu potensi mereka menjadi hub syariah adalah karena bertetangga dekat dengan Indonesia. Saya jadi membayangkan, jika diberi amanah menjadi salah satu pemimpin negara ini, yang tentunya umat Islamnya akan mendukung penuh di semua lini untuk diplomasi ekonomi syariah, maka saya akan mengatakan “Kami siap segala sesuatunya untuk menjadi pemberdaya keuangan & perbankan syariah saudara-saudara kami dari Asia, Timur Tengah atau belahan dunia manapun termasuk Maroko di Afrika Utara paling Barat …. Dan kami adalah negara dengan umat muslim terbesar di dunia yang kaya dengan berbagai kemampuan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah…”