The Hybrid Student – Gunawan Yasni (Muslim Ghafarrah)
Islamic Base Defensive Art (IBDA) adalah kompilasi dari Physical & Metaphysical Self Defence (Bela Diri Fisik dan Metafisik) yang mengacu kepada ke-tauhid-an akan ke-esa-an Allah SWT sebagai sumber kebenaran sesungguhnya dengan memperhatikan cara-cara Rasulullah SAW berolah raga dan berolah jiwa dalam hidup sehatnya. Dalam mempelajari IBDA untuk memperkuat fisik, mental dan spiritualnya dengan latihan-latihan fisik dan metafisik tertentu dengan mengharap keridhaan Allah SWT, kita mengenal kekuatan yang benar-benar dari Allah SWT yaitu Al Kuwwah Al Ilaahiyah dan kekuatan lain pada saat kita lupa mengingat Allah yaitu Al Kuwwah Asy Syaithaaniyah. Dengan IBDA, yang kita coba dapatkan dengan keridhaan Allah SWT adalah tentu Al Kuwwah Al Ilaahiyah sehingga dalam latihan untuk meningkatkan kekuatan fisik, mental dan spiritual, jelas kita harus senantiasa mengingat Allah SWT – Tuhan Semesta Alam karena besar kemungkinan pada saat berlatih dan kita lupa mengingat Allah, maka yang kita peroleh adalah Al Kuwwah Asy Syaithaaniyah. Ada satu phrase dalam bible yang cukup sering dikutip; “In the absence of light, darkness comes – Dalam ketiadaan cahaya, kegelapan dating.” Al Kuwwah Al Ilaahiyah adalah cahaya. Ketiadaan cahaya akan mengakibatkan Al Kuwwah Asy Syaithaaniyah datang.
Dalam kebijakan ekonomi dan keuangan, banyak contoh-contoh di mana kekuatan ekonomi & keuangan dibangun dari Al Kuwwah Asy Syaithaaniyah. Setiap kebijakan yang dibuat tanpa mempertimbangan Al Qur’an dan As Sunnah, bahkan dengan jelas-jelas sengaja mengimplementasikan yang bertentangan dengan keduanya semisal kebijakan berbasis riba, maka itu adalah kekuatan ekonomi dan keuangan yang berbasis Al Kuwwah Asy Syaithaaniyah yang dijamin Allah akan dihancurkan pada waktunya. Al Kuwwah Asy Syaithaaniyah telah mengakibatkan tidak diberkahinya rizqy sebagian besar dari kita karena diperoleh dari cara-cara yang mengandalkan Al Kuwwah Asy Syaithaaniyah seperti korupsi, pemerasan, membuat susah orang lain dan sebagainya. Perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia dapat dipandang sebagai Al Kuwwah Al Ilaahiyah yang mulai memberantas Al Kuwwah Asy Syaithaaniyah dalam ekonomi dan keuangan.
Bagaimana dengan manusianya sebagai pelaku? Setiap praktisi IBDA menyadari bahwa kekuatan untuk mengejawantahkan kebaikan apapun di muka dunia ini untuk kebaikan di akhirat harus dimulai dari dirinya sendiri dengan perkataan yang kita kenal dalam bahasa syariah ”IBDA bi nafsik” – mulai dari dirimu sendiri.
Untuk itulah IBDA dibutuhkan sebagai satu metode peningkatan seni pertahanan diri atas sumber daya insani yang ditujukan tidak hanya membuat seorang itu menjadi profesional pada bidang kerjanya tapi juga secara fisik, mental dan spiritual kuat menghadapi segala macam tantangan, baik yang timbul dari bidang kerjanya maupun hidupnya secara keseluruhan. Dengan IBDA diharapkan sumber daya insani terlatih untuk menjadi orang-orang yang senantiasa mengingat Allah dalam bernapas, diam atau bergeraknya dan senantiasa memikirkan kejadian penciptaan alam dan dirinya, sebagaimana petikan Surah Ali Imran (3) : 190-191 yang mengatakan:
”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Para praktisi IBDA adalah orang-orang yang senantiasa beramal shalih dan untuk orang-orang yang beramal shaleh dalam Surah An Nahl (16) : 97 Allah menjanjikan:
”Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” Dengan demikian, bukan tidak mungkin orang-orang yang berlatih IBDA suatu saat menjadi bagian dari orang-orang shalih yang diberi karamah oleh Allah SWT karena keridhaanNya.
Dalam sejarah, cikal bakal praktisi IBDA yang utama bisa digambarkan dengan dialog-dialog sebagai berikut:
Saat Ali bin Abi Thalib r.a. menjelang duel menghadapi 100 pendekar Quraisy yang ditakuti, Rasulullah SAW bersabda memuji keimanan dan keberanian Ali, “ Hari inilah (hari yang menentukan) sosok keimanan seutuhnya berhadapan dengan sosok kekafiran yang sempurna; tidak ada pedang melainkan dzulfiqar dan tidak ada laki-laki kecuali Ali.”
Rasulullah SAW bersabda membanggakan Ali, “Akulah kota ilmu dan Ali adalah pintunya, barang siapa bersungguh-sungguh mencari ilmuku, seyogyanya datang lewat pintunya.” Sabdanya lagi, “Ya Ali, wahai Ali, kedudukanmu terhadapku seperti kedudukan Harun dengan Musa, hanya saja tidak ada Nabi sesudahku.”
Menjelang bulan-bulan terakhir hidup Rasulullah SAW berwasiat di hadapan ribuan kaum muslimin, “Barang siapa yang selama ini aku adalah walinya, maka kini Ali adalah walinya.” Kemudian dilanjutkan dengan do’anya yang maqbul, “Yaa Allah, jadilah Engkau wali atas siapa saja yang berwali kepada Ali dan jadilah Engkau musuh bagi siapa yang memusuhi Ali.”
Adapun perkataan-perkataan Ali r.a. tentang Rasulullah SAW:
“Aku, tak ubahnya seperti anak onta yang tidak bisa sejenakpun berpisah dengan induknya.”
“Tiadalah aku memiliki ilmu tentang segala sesuatu, kecuali setelah Rasulullah SAW mengajarkannya padaku.”
IBDA dikembangkan dengan banyak meneladani Rasulullaah SAW dan murid langsungnya yaitu Ali r.a. yang juga adalah menantunya, karena sebagai bagian langsung dari keluarga Rasulullah SAW, banyak sekali cerita-cerita detil mengenai kehidupannya terutama dalam olah raga dan olah jiwanya.
Penggambaran IBDA sebagai cabang ilmu rasanya cukup pantas meneladani perkataan Ali r.a. :
“Ilmu adalah kekuatan. Barang siapa mendapatkannya, dia akan menyerang dengannya, dan barang siapa yang tidak mendapatkannya, dialah yang akan diserang olehnya.”