PENYELENGGARAAN haji 2023 M/1444 H oleh Kerajaan Saudi Arabia (KSA) dianggap sukses sebagai penyelenggaraan haji setelah covid-19 dinyatakan tidak lagi sebagai pandemi, tetapi menjadi endemi. Penyelenggaraannya secara protokol kesehatan menjadi menyerupai sebagaimana sebelum adanya covid-19.
Yang berbeda dalam penyelenggaraan haji 2023 M ini dalam business model-nya ialah tidak adanya lagi muasasah Asia Tenggara yang mengurusi jemaah haji Indonesia sebagaimana sebelumnya. Masharriq yang notabene ialah perseroan terbatas swasta menjadi penanggung jawab pengurusan haji Indonesia dari sisi KSA.
Masharriq yang merupakan business model baru tenyata banyak menelantarkan Jemaah reguler ataupun plus di area pengurusan sekitar Armina-Arafah dan Mina termasuk Muzdalifah. Kejadian bahwa kapasitas tenda di Arafah dan Mina atas jemaah reguler dan plus, dalam banyak kasus, tidak mendapat fasilitas akomodasi tempat mabit di tenda dan makanan yang sesuai dengan bayaran kepada masharriq, yaitu sekitar 8.500 SAR per kepala untuk Armina.
Tenda-tenda di Mina yang banyak dirasakan oleh jemaah reguler dan plus sangat tidak mencukupi untuk ditempati, bahkan sering di antara kami harus saling mendominasi menduduki tempat-tempat yang katanya diperuntukkan kami, tetapi sudah diduduki oleh yang lainnya. Dalam beberapa kasus, bahkan jemaah reguler mengalami tendanya diduduki oleh jemaah dari negara lain.
Yang dirasakan ialah biaya yang dibayarkan untuk kami, seakan tidak membuat kami mempunyai hak yang memadai di Armina. Banyak informasi yang kami terima bahwa masharriq, bahkan tidak memberikan kesempatan untuk survei tempat 2 minggu sebelum dipakai, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh muasasah Asia Tenggara.
Pemerintah Indonesia atas kejadian-kejadian yang menimpa jemaah haji Indonesia baik reguler maupun plus atas kelalaian masif terstruktur masharriq, sebaiknya menyampaikan pernyataan keberatan secara diplomatis langsung kepada Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Muhammad Ibn Salman yang dengan Kidana Group-nya membawahi pengurusan swastanisasi haji KSA, atas insiden-insiden Armina yang sudah ramai diberitakan media massa Indonesia. Walaupun pihak KSA termasuk Dubes KSA untuk Indonesia menyatakan penyelenggaraan haji 2023 M/1444 H sukses.
Dikembangkan terus
Business model baru masharriq penyelenggaraan haji KSA yang sebelumnya ditangani muasasah yang notabene bagian langsung pemerintah kerajaan, disinyalir akan terus dikembangkan secara masif business model-nya oleh Kidana Group. Bahkan, nanti masharriq akan menangani bebas saja tanpa batasan regional Asia Tenggara saja misalnya.
Terbayang oleh kami, jemaah haji Indonesia yang lebih kebanyakan para pasifis karena memang diwanti-wanti jangan berselisih, harus sabar menerima apa adanya agar hajinya mabrur dan seterusnya, justru akan menjadi bulan-bulanan business model baru masharriq yang jauh dari sempurnanya profesionalisme penyelenggaraan haji KSA pada 2023 M/1444 H ini.
Di lapangan ada kecenderungan pihak masharriq menerima pembayaran pemesananan 8.500 SAR per kepala dari mana-mana saja penanggung jawab jemaah regular ataupun penanggung jawab dari travel yang menangani jemaah plus yang ada, tanpa memberikan kepastian di fasilitas spesifik mana yang diperuntukkan jemaah-jemaah yang dimaksud. Terbukti dari tidak diberikannya kesempatan penanggung jawab jemaah untuk melihat tempat-tempat spesifik yang diperuntukkan jemaah-jemaah tertentu.
Dengan kejadian semacam ini yang sudah sangat ramai diberitakan media massa Indonesia sejak kacau-balaunya prosesi haji area Armina, wajar rasanya Indonesia melalui wakil jemaah hajinya, yaitu Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan penyelenggara haji dalam hal ini Kemenag RI, mengupayakan penyampaian pernyataan keberatan secara diplomatis langsung kepada Muhammad Ibn Salman yang dengan Kidana Group-nya membawahi pengurusan swastanisasi haji KSA.
Jemaah haji Indonesia mayoritas keuangan dan pembayarannya diurusi melalui BPKH yang penyelenggaraan hajinya diurusi Kemenag RI. Pengenaan 8.500 SAR per kepala yang secara tandem kepengurusan pembayarannya dilakukan BPKH dan Kemenag RI menjadi sorotan kami para jemaah yang tidak menerima hak-hak wajarnya selama di KSA area Armina tersebut.
Menjadi tanda tanya besar buat kami jika pernyataan keberatan secara diplomatis tidak dilakukan, artinya pembiaran atas biaya yang dibayarkan ke masharriq tanpa masharriq melakukan fasilitasi sesuai akad yang ada antara pihak KSA dan Indonesia. Ranah hukumnya menjadi seperti membiarkan pihak lain memperoleh kekayaan melalui keuntungan yang tidak wajar karena tidak menjalankan kewajibannya.
Indonesia harus protes melalui diplomasi yang apik ke KSA sebagai negara yang terbesar memberikan pemasukan pendapatan pariwisata spiritual ke KSA. Ini bukan kami jemaah haji Indonesia menjadi tim penilai untuk penyelenggaraan haji KSA dan Indonesia, tetapi sekadar mencegah agar kemabruran haji jemaah Indonesia di masa yang akan datang tidak tercederai dengan kasus-kasus seperti ini.
Besar harapan kami jemaah haji Indonesia 2023 M/1444 H agar ada komunikasi publik KSA dan Indonesia mengklarifikasi hal-hal yang sudah tersampaikan. Kami mengetahui bahwa pengawas-pengawas kegiatan haji dari Indonesia semisal kawan-kawan dari Komisi VIII DPR RI, pengawas BPKH, dan pengawas haji dari Kemenag RI sudah memiliki bukti-bukti dan beragam masukan atas kejadian di sekitar area Armina. Termasuk para jemaah haji yang meninggal akibat telantar karena tidak terangkut dari Muzdalifah ke Mina, di klinik-klinik penanganan jemaah haji yang banyak berlokasi di sekitar Mina.
Semoga Indonesia mampu menjadikan posisinya di mata KSA sebagai yang lebih signifikan untuk diperhitungkan menjadi negara pemberi pendapatan wisata spiritual terbesar bagi KSA. Indonesia menjadi penyumbang terbesar dana pemeliharaan dua rumah suci yang diambil secara sistematis porsinya dalam pembayaran kegiatan umrah dan haji ke pengelola KSA. Lagi-lagi Indonesia menempati urutan pertama negara dengan jemaah umrah dan haji terbesar di dunia. Dengan demikian, Indonesia menjadi penyumbang terbesar dana pemeliharaan dua rumah suci yang disumbang jemaahnya setiap berkunjung untuk umrah dan haji.
Jakarta (ANTARA) – Lebih dari seperempat abad menggeluti dunia ekonomi syariah, pembawa acara TV Sharia Economic Talk ini sangat yakin bahwa menjadikan ekonomi keuangan syariah dan gaya hidup halalan thayyiban sebagai tujuan jalan hidup Muslim di Indonesia adalah sebuah keniscayaan yang dapat dicapai.
Gunawan Yasni dibesarkan di lingkungan keluarga terdidik yang memegang penuh keyakinan terhadap nilai-nilai Islam. Ayahnya, Zainul Yasni adalah ahli ekonomi syariah yang pernah bertugas sebagai Ketua Tim Koordinasi Kegiatan Ekspor ke Timur Tengah Departemen Perdagangan dan Koperasi hingga menjadi Duta Besar Indonesia di Yordania.
Pada masa itulah lelaki kelahiran September 1969 ini menyerap nilai-nilai universalitas. Selama itu pula Sang Ayah menularkan pengetahuan dan pemahaman tentang ekonomi syariah kepadanya dengan memberi berbagai referensi tentang standar ekonomi syariah dan filosofi bermuamalah menurut keyakinan Islam.
Tak heran jika pemilik gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Magister Managemen Keuangan dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Prasetiya Mulya ini begitu fasih berbicara tentang ekonomi dan keuangan syariah.
Gunawan Yasni selama ini aktif mendalami dan mempromosikan modal ventura syariah dan instrumen keuangan komersial syariah dalam kaitannya dengan reksadana.
Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI dan anggota Dewan Pengawas/Penasehat Syariah di beberapa lembaga keuangan itu juga aktif sebagai konsultan dan pengajar senior bidang ekonomi dan keuangan syariah di Universitas Indonesia dan di beberapa institusi keuangan.
Pemikiran Gunawan Yasni yang paling banyak didengar, dibahas, hingga dikutip berbagai kalangan cendekiawan adalah keinginannya menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia. Hal ini sudah dikomunikasikannya dalam berbagai forum pembahasan ekonomi dan keuangan Syariah.
Menurut Gunawan, track record Indonesia dengan inklusi ekonomi dan keuangan syariah yang saat ini sudah melebihi 50-an juta masyarakatnya dapat menjadi kemudahan untuk melakukan segala macam kebaikan dalam urusan syariah.
Masyarakat nasional maupun internasional perlu lebih disadarkan dengan penyampaian yang keren bahwa sharia, halalan dan thayyiban adalah untuk semua umat manusia (for all mankind), bukan hanya untuk umat Muslim.
Lebih lanjut, pria yang memiliki ijin Bapepam sebagai Investment Manager, Underwriter and Broker-Dealer ini menerangkan bahwa tindakan amal baik dalam urusan sosial (muamalah) lebih baik daripada ibadah Sunnah.
Bahkan kebaikan dalam urusan sosial (muamalah) pada titik tertentu akan menjadi penentu diterima atau tidaknya, atau bermanfaat atau tidaknya ibadah seseorang.
Pemilik “Certified Islamic Financial Analyst” dari Program Pasca Sarjana Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia ini memaparkan bahwa Allah SWT telah berkata melalui Nabi Muhammad SAW dalam hadits qudsi, ”Tidak beriman kepada-Ku orang yang tidur kenyang, sementara tetangganya kelaparan”.
Juga diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW yang berkata, “Hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling bermanfaat bagi manusia. Amal yang paling utama adalah memasukkan rasa bahagia pada hati orang beriman, seperti menutup rasa lapar, membebaskan dari kesulitan, atau membayarkan utang.”
Esensi hadits tersebut mengatakan bahwa pelaku dan pendakwah ekonomi dan keuangan syariah lebih dari sekadar beramal shalih dengan ibadah mahdhah dan ini akan membawa kebaikan bagi dirinya serta bagi umat manusia.
Berdakwah
Tampaknya menjadi pendakwah ekonomi dan keuangan syariah sudah menjadi jalan hidup seorang Gunawan Yasni. Ia sering menjadi narasumber untuk media-media nasional, baik media cetak maupun elektronik serta dikenal kompeten dalam menulis dan berbicara tentang topik yang berkaitan dengan ekonomi dan keuangan syariah.
Media massa dimaksud antara lain Harian Republika, Harian Bisnis Indonesia, Harian Investor, Majalah Modal, Majalah Swa, Majalah Az-Zikra, hingga Metro TV, SCTV, dan TVRI.
Ia juga rajin menerbitkan buku berbahasa Indonesia maupun Inggris. Buku pertamanya berjudul Ekonomi dan Keuangan Syariah: Pemahaman Singkat dan Penerapan Ringkas; buku keduanya berjudul Ekonomi Sufistik; dilanjutkan dengan buku ketiga berjudul Investasi Syariah.
Buku keempat yang berjudul Pemikiran Ringkas Keuangan Islam disajikan dalam tiga bahasa (Inggris-Indonesia-Arab). Buku kelimanya berbentuk Novel Best Seller Bi-Lingual (Inggris-Indonesia) berjudul Sang Penatap Matahari; dan buku keenam berjudul Pengantar Pasar Modal Syariah Indonesia.
Pria yang mulai aktif mengkomunikasikan ekonomi Syariah di akhir 1998 ini mengakui pangsa keuangan syariah Indonesia masih berada di kisaran tertinggi 17 persen saja. Sisanya, 83 persen, didominasi oleh keuangan yang belum sepenuhnya syariah. Angka ini terbalik dengan jumlah penduduk Indonesia yang 83 persen Muslim dan 17 persen non-Muslim.
Namun, kekurangsempurnaan dalam keuangan syariah di Indonesia jangan membuat kaum Muslimin surut untuk terus mengembangkan dan menyempurnakan ke-syariah-annya sesuai dengan ke-Islam-annya sebagaimana qaidah fiqih yang artinya “Jika belum bisa melakukan seluruh kebaikan, jangan tinggalkan seluruh kebaikan”.
Pemegang Sertifikasi Level Lanjutan (Level IV) Manajemen Risiko Perbankan ini juga menegaskan bahwa sudah saatnya kaum Muslimin Indonesia yang jumlahnya mencapai 83 persen dari 260 juta total penduduk Indonesia memfokuskan sinergi untuk membesarkan ekonomi dan keuangan syariah.
Fokus sinergi ini juga lebih bisa membakukan Muslim Indonesia sebagai penjaga keutuhan NKRI dan menepis tuduhan-tuduhan radikalisme dan terorisme kepada sebagian Muslim Indonesia.
Ekonomi dan keuangan syariah juga merupakan media yang menjadikan Muslim rahmatan lil ‘âlamiin atau berdaya guna bagi semesta alam.
Di sisi lain, non Muslim di Eropa dan dunia pun sudah mulai berinteraksi membesarkan produk-produk keuangan syariah dan produk-produk halalan thayyiban yang lain dalam level perspektif bisnis yang menjanjikan.
Sedangkan di Indonesia, Gunawan Yasni meyakini bahwa menjadikan ekonomi dan keuangan syariah dan gaya hidup halalan thayyiban sebagai nizhâm hayâh syâmilah (tujuan jalan hidup) Muslim Indonesia adalah sebuah keniscayaan yang dapat dicapai.
Sepak terjangnya di bidang ekonomi dan keuangan syariah memang sudah lebih dari seperempat abad. Selama itu pula ia terus berdakwah melalui berbagai saluran. Salah satunya melalui media televisi.
Setelah sempat menjadi co-host acara Dialog Ekonomi Syariah TVRI, host acara Spiritual CEO di TVOne, dan host acara Spiritual Executive 1 di Metro TV, Gunawan Yasni sepanjang tahun 2020-2021 memandu 50 episode acara Sharia Economic Talk with Gunawan Yasni di Metro TV.
Program TV yang berhasil mendapat beberapa penghargaan dunia itu makin mengukuhkan sosok Gunawan Yasni sebagai pakar ekonomi dan keuangan Syariah dan akan dilanjutkan dengan syuting di berbagai negara yang industri syariahnya sedang bertumbuh, mulai dari Jepang, Rusia, Turki, hingga Amerika Serikat.
Komunikasi yang dijalankan Gunawan Yasni tampak terencana dan penuh pesan persuasif tanpa memberatkan khalayak dengan pesan yang sulit dimengerti. Dalam pendekatan Public Relations, komunikasi ekonomi Syariah memang harus dipraktekan seperti itu.
Public Relations sebagai satu disiplin ilmu yang menjaga reputasi untuk memperoleh pengertian dan dukungan serta mempengaruhi opini dan perilaku publik perlu diterapkan pada komunikasi ekonomi Syariah.
Gunawan Yasni telah mengkomunikasikan pesan ekonomi syariah selama hampir 25 tahun dalam upaya mewujudkan harapan menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi Syariah dunia.
*Penulis Tria Patrianti adalah dosen konsentrasi Public Relations pada Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) serta kandidat Doktor Ilmu Komunikasi di FIKOM Universitas Padjadjaran Bandung.
Gunawan Yasni, Seperempat Abad Mengkomunikasikan Pesan Ekonomi Syariah
Selasa, 12 Oktober 2021 21:07
Jakarta (ANTARA) – Lebih dari seperempat abad menggeluti dunia ekonomi syariah, pembawa acara TV Sharia Economic Talk ini sangat yakin bahwa menjadikan ekonomi keuangan syariah dan gaya hidup halalan thayyiban sebagai tujuan jalan hidup Muslim di Indonesia adalah sebuah keniscayaan yang dapat dicapai.
Gunawan Yasni dibesarkan di lingkungan keluarga terdidik yang memegang penuh keyakinan terhadap nilai-nilai Islam. Ayahnya, Zainul Yasni adalah ahli ekonomi syariah yang pernah bertugas sebagai Ketua Tim Koordinasi Kegiatan Ekspor ke Timur Tengah Departemen Perdagangan dan Koperasi hingga menjadi Duta Besar Indonesia di Yordania.
Pada masa itulah lelaki kelahiran September 1969 ini menyerap nilai-nilai universalitas. Selama itu pula Sang Ayah menularkan pengetahuan dan pemahaman tentang ekonomi syariah kepadanya dengan memberi berbagai referensi tentang standar ekonomi syariah dan filosofi bermuamalah menurut keyakinan Islam.
Tak heran jika pemilik gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Magister Managemen Keuangan dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Prasetiya Mulya ini begitu fasih berbicara tentang ekonomi dan keuangan syariah.
Gunawan Yasni selama ini aktif mendalami dan mempromosikan modal ventura syariah dan instrumen keuangan komersial syariah dalam kaitannya dengan reksadana.
Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI dan anggota Dewan Pengawas/Penasehat Syariah di beberapa lembaga keuangan itu juga aktif sebagai konsultan dan pengajar senior bidang ekonomi dan keuangan syariah di Universitas Indonesia dan di beberapa institusi keuangan.
Pemikiran Gunawan Yasni yang paling banyak didengar, dibahas, hingga dikutip berbagai kalangan cendekiawan adalah keinginannya menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia. Hal ini sudah dikomunikasikannya dalam berbagai forum pembahasan ekonomi dan keuangan Syariah.
Menurut Gunawan, track record Indonesia dengan inklusi ekonomi dan keuangan syariah yang saat ini sudah melebihi 50-an juta masyarakatnya dapat menjadi kemudahan untuk melakukan segala macam kebaikan dalam urusan syariah.
Masyarakat nasional maupun internasional perlu lebih disadarkan dengan penyampaian yang keren bahwa sharia, halalan dan thayyiban adalah untuk semua umat manusia (for all mankind), bukan hanya untuk umat Muslim.
Lebih lanjut, pria yang memiliki ijin Bapepam sebagai Investment Manager, Underwriter and Broker-Dealer ini menerangkan bahwa tindakan amal baik dalam urusan sosial (muamalah) lebih baik daripada ibadah Sunnah.
Bahkan kebaikan dalam urusan sosial (muamalah) pada titik tertentu akan menjadi penentu diterima atau tidaknya, atau bermanfaat atau tidaknya ibadah seseorang.
Pemilik “Certified Islamic Financial Analyst” dari Program Pasca Sarjana Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia ini memaparkan bahwa Allah SWT telah berkata melalui Nabi Muhammad SAW dalam hadits qudsi, ”Tidak beriman kepada-Ku orang yang tidur kenyang, sementara tetangganya kelaparan”.
Juga diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW yang berkata, “Hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling bermanfaat bagi manusia. Amal yang paling utama adalah memasukkan rasa bahagia pada hati orang beriman, seperti menutup rasa lapar, membebaskan dari kesulitan, atau membayarkan utang.”
Esensi hadits tersebut mengatakan bahwa pelaku dan pendakwah ekonomi dan keuangan syariah lebih dari sekadar beramal shalih dengan ibadah mahdhah dan ini akan membawa kebaikan bagi dirinya serta bagi umat manusia.
Berdakwah
Tampaknya menjadi pendakwah ekonomi dan keuangan syariah sudah menjadi jalan hidup seorang Gunawan Yasni. Ia sering menjadi narasumber untuk media-media nasional, baik media cetak maupun elektronik serta dikenal kompeten dalam menulis dan berbicara tentang topik yang berkaitan dengan ekonomi dan keuangan syariah.
Media massa dimaksud antara lain Harian Republika, Harian Bisnis Indonesia, Harian Investor, Majalah Modal, Majalah Swa, Majalah Az-Zikra, hingga Metro TV, SCTV, dan TVRI.
Ia juga rajin menerbitkan buku berbahasa Indonesia maupun Inggris. Buku pertamanya berjudul Ekonomi dan Keuangan Syariah: Pemahaman Singkat dan Penerapan Ringkas; buku keduanya berjudul Ekonomi Sufistik; dilanjutkan dengan buku ketiga berjudul Investasi Syariah.
Buku keempat yang berjudul Pemikiran Ringkas Keuangan Islam disajikan dalam tiga bahasa (Inggris-Indonesia-Arab). Buku kelimanya berbentuk Novel Best Seller Bi-Lingual (Inggris-Indonesia) berjudul Sang Penatap Matahari; dan buku keenam berjudul Pengantar Pasar Modal Syariah Indonesia.
Pria yang mulai aktif mengkomunikasikan ekonomi Syariah di akhir 1998 ini mengakui pangsa keuangan syariah Indonesia masih berada di kisaran tertinggi 17 persen saja. Sisanya, 83 persen, didominasi oleh keuangan yang belum sepenuhnya syariah. Angka ini terbalik dengan jumlah penduduk Indonesia yang 83 persen Muslim dan 17 persen non-Muslim.
Namun, kekurangsempurnaan dalam keuangan syariah di Indonesia jangan membuat kaum Muslimin surut untuk terus mengembangkan dan menyempurnakan ke-syariah-annya sesuai dengan ke-Islam-annya sebagaimana qaidah fiqih yang artinya “Jika belum bisa melakukan seluruh kebaikan, jangan tinggalkan seluruh kebaikan”.
Pemegang Sertifikasi Level Lanjutan (Level IV) Manajemen Risiko Perbankan ini juga menegaskan bahwa sudah saatnya kaum Muslimin Indonesia yang jumlahnya mencapai 83 persen dari 260 juta total penduduk Indonesia memfokuskan sinergi untuk membesarkan ekonomi dan keuangan syariah.
Fokus sinergi ini juga lebih bisa membakukan Muslim Indonesia sebagai penjaga keutuhan NKRI dan menepis tuduhan-tuduhan radikalisme dan terorisme kepada sebagian Muslim Indonesia.
Ekonomi dan keuangan syariah juga merupakan media yang menjadikan Muslim rahmatan lil ‘âlamiin atau berdaya guna bagi semesta alam.
Di sisi lain, non Muslim di Eropa dan dunia pun sudah mulai berinteraksi membesarkan produk-produk keuangan syariah dan produk-produk halalan thayyiban yang lain dalam level perspektif bisnis yang menjanjikan.
Sedangkan di Indonesia, Gunawan Yasni meyakini bahwa menjadikan ekonomi dan keuangan syariah dan gaya hidup halalan thayyiban sebagai nizhâm hayâh syâmilah (tujuan jalan hidup) Muslim Indonesia adalah sebuah keniscayaan yang dapat dicapai.
Sepak terjangnya di bidang ekonomi dan keuangan syariah memang sudah lebih dari seperempat abad. Selama itu pula ia terus berdakwah melalui berbagai saluran. Salah satunya melalui media televisi.
Setelah sempat menjadi co-host acara Dialog Ekonomi Syariah TVRI, host acara Spiritual CEO di TVOne, dan host acara Spiritual Executive 1 di Metro TV, Gunawan Yasni sepanjang tahun 2020-2021 memandu 50 episode acara Sharia Economic Talk with Gunawan Yasni di Metro TV.
Program TV yang berhasil mendapat beberapa penghargaan dunia itu makin mengukuhkan sosok Gunawan Yasni sebagai pakar ekonomi dan keuangan Syariah dan akan dilanjutkan dengan syuting di berbagai negara yang industri syariahnya sedang bertumbuh, mulai dari Jepang, Rusia, Turki, hingga Amerika Serikat.
Komunikasi yang dijalankan Gunawan Yasni tampak terencana dan penuh pesan persuasif tanpa memberatkan khalayak dengan pesan yang sulit dimengerti. Dalam pendekatan Public Relations, komunikasi ekonomi Syariah memang harus dipraktekan seperti itu.
Public Relations sebagai satu disiplin ilmu yang menjaga reputasi untuk memperoleh pengertian dan dukungan serta mempengaruhi opini dan perilaku publik perlu diterapkan pada komunikasi ekonomi Syariah.
Gunawan Yasni telah mengkomunikasikan pesan ekonomi syariah selama hampir 25 tahun dalam upaya mewujudkan harapan menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi Syariah dunia.
*Penulis Tria Patrianti adalah dosen konsentrasi Public Relations pada Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) serta kandidat Doktor Ilmu Komunikasi di FIKOM Universitas Padjadjaran Bandung.
Indonesia menjadi penerbit sukuk infrastruktur terbesar di dunia.
REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Muhammad Gunawan Yasni, Pengajar dan Praktisi Keuangan Syariah
Acara The Islamic Finance Week September 2018 Mansion Hall London, Inggris, menghadirkan Lord Mayor Charles Bowman dan John Glen (Economic Secretary to the Treasury, Her Majesty Treasury). Langkah ini mengindikasikan Inggris tetap berupaya menjadi pusat keuangan Islam dunia, ketahanan keuangan dan tetap menjadi pusat pendidikan keuangan Islam yang antisipatif dan koordinatif dengan perkembangan industri keuangan Islam di belahan dunia mana pun.
Bank of England dan beberapa pihak yang berbasis di Inggris dan Amerika Serikat (AS) lainnya, mengajak berdiskusi lebih lanjut tentang sharia governance di Indonesia. Mereka lakukan hal itu setelah mendengarkan pemaparan tentang Indonesia yang menjadi besar dalam sukuk negara berkat peran Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Kementerian Keuangan.
Juga penjelasan soal bagaimana bank syariah dan industri keuangan syariah lainnya lebih dijaga kesyariahannya dengan governance (tata kelola) yang merupakan kombinasi berbagai otoritas, yaitu otoritas fatwa di DSN-MUI, moneter di BI, dan otoritas industri keuangan di OJK. Hal menarik buat mereka adalah 80 orang di DSN-MUI, yang diwakili 40 orang di Badan Pelaksana Hariannya, mampu menjaga dan mewarnai perkembangan industri keuangan syariah yang ada di Indonesia.
Bahkan, lembaga ini mendorong Pemerintah Indonesia menjadi penerbit sukuk negara terbesar di dunia yang berbasis utama ke infrastruktur, yang disinyalir sebagai satu-satunya yang mampu dalam level pemerintahan. Inggris merasakan, hal ini belum mungkin dapat mereka saingi dalam waktu dekat.
Hal menarik dari sisi pasar modal dalam diskusi di Islamic Finance Week ini adalah perkembangan sistem bursa efek yang mulai mengarah ke sharia capital token system sebagai bagian sharia value based intermediation yang intinya adalah sharia digital finance.
Sharia capital token system sebagai open and managed blockchain system, diharapkan menjadi platform teknologi finansial yang akan meminimalisasi biaya penerbitan saham syariah atau sukuk yang kini berkisar 2-4 persen dari value pada proses IPO saham atau sukuk.
Disinyalir, biaya penerbitan sharia capital token bisa ditekan pada kisaran angka 0,01-1 persen bergantung pada nilai penerbitan. Semakin besar nilai penerbitan maka akan semakin mungkin mendekati 0,01 persen.
Beberapa cikal bakal sharia capital token system sudah dimulai di Indonesia. Misalnya, Klik MAMI yang dimotori oleh Manulife Asset Management Indonesia dengan pembelian sharia mutual funds melalui sistem daring dengan kelipatan Rp 10 ribu, yang nilainya semakin kecil dengan depreasi rupiah beberapa waktu terakhir.
Sepantasnya juga, sharia online trading stocks (SOTS) yang dimotori DSN-MUI dan Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan inisiasi beberapa perusahaan anggota bursa dapat menjadi cikal bakal sharia capital token system di Indonesia. BEI selayaknya mulai melirik capital token system tersebut yang kemudian menjadikannya sebagai sesuatu yang dapat menggairahkan bagi perusahaan-perusahaan kecil menengah yang melantai di bursa.
Pemerintah Indonesia juga perlu mempertimbangkan sharia capital token system untuk mendistribusikan dan mentransaksikan sukuk negara secara retail dan mikro di masyarakat ataupun secara blockchain dan global.
Ini sangat baik guna menginklusi banyak pihak untuk investasi infrastruktur daripada meminjam langsung dalam bentuk valuta asing dari negara lain, yang membuat Indonesia mudah ditekan secara politik ataupun ekonomi oleh negara pemberi pinjaman. Masif tidaknya suatu blockchain tidak hanya bergantung pada besarnya nilai transaksi, tetapi juga jumlah yang bertransaksi.
Potensi Indonesia dengan sekitar 40 juta warganya yang sudah menjadi bagian pasif ataupun aktif dari industri keuangan syariah, memberi skala ekonomi memadai untuk memulai sharia capital token system sebagai bagian sharia digital finance.
Di Inggris, masing-masing pelaku industri keuangan syariah berusaha saling bersinergi dan saling memberi yang terbaik untuk pemegang akun-akun keuangan syariah, yang jumlahnya seluruh Eropa hanya berkisar 25 juta kelas menengah.
Selama ini, mereka di Inggris baru mendapatkan ‘tidak banyak’ jumlah pemegang akun keuangan syariah dengan nilai fantastis, tapi dalam perjalanannya dapat sewaktu-waktu begitu saja menjadi tidak loyal terhadap produk dan lembaga keuangan syariah.
Sebagian mereka adalah pemegang akun keuangan syariah dari Timur Tengah. Seiring keadaan ekonomi dan politik yang semakin kurang stabil di Timur Tengah, Inggris mulai menjadikan 25 juta orang kelas menengah Eropa sebagai stakeholders yang lebih menjanjikan stabilitas Inggris sebagai pusat keuangan Islam.
Dengan cikal bakal sharia capital token yang juga dikembangkan secara sporadis di Indonesia, perlu rasanya ada corporate university yang mengembangkan sharia digital finance sebagai kekhususan.
Bank BRI dengan cikal bakal corporate university yang mengkhususkan diri pada sharia digital finance adalah sebuah keniscayaan, mengingat BRI satu-satunya bank di Indonesia yang memiliki satelit.
Selain itu, BRI merupakan pemilik Bank BRI Syariah, yang bersama BRI dan anak perusahaannya yang lain sudah melantai di bursa. Indonesia sering dilihat dunia sebagai negara yang berpotensi menjadi pusat keuangan syariah dunia.
Terlebih dengan model koordinasi Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang melibatkan presiden dan wakil presiden beserta menteri-menterinya dan pimpinan otoritas-otoritas keuangan, ditambah pimpinan lembaga fatwa di bidang ekonomi dan keuangan.
Ini diharapkan memberikan kontribusi loncatan kuantum terhadap pengembangan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia. Dengan KNKS, Indonesia bisa menjadi pusat keuangan syariah, bukan hanya hub syariah seperti negara-negara lain di dunia.
Asalkan, pemerintahan berikutnya dengan kandidat-kandidat wakil presiden berasal dari pengusung dan praktisi keuangan syariah benar-benar bisa menjadikan ekonomi dan keuangan syariah seperti garam dalam makanan. Yakni, menjadi terasa dan sangat diperlukan untuk melezatkan makanan, bukan seperti gincu dalam makanan, yaitu sekadar menjadikannya mencolok tanpa rasa.
Mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia lebih baik menggunakan ilmu garam, bukan ilmu gincu yang sarat segala macam labelisasi Islam dari fundamental hingga nusantara, karena syariat Islam yang dibawa Rasulullah SAW adalah rahmatan lil ‘alamin, berdaya guna bagi semesta bukan hanya nusantara.
Qigong
|
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia