PENYELENGGARAAN haji 2023 M/1444 H oleh Kerajaan Saudi Arabia (KSA) dianggap sukses sebagai penyelenggaraan haji setelah covid-19 dinyatakan tidak lagi sebagai pandemi, tetapi menjadi endemi. Penyelenggaraannya secara protokol kesehatan menjadi menyerupai sebagaimana sebelum adanya covid-19.
Yang berbeda dalam penyelenggaraan haji 2023 M ini dalam business model-nya ialah tidak adanya lagi muasasah Asia Tenggara yang mengurusi jemaah haji Indonesia sebagaimana sebelumnya. Masharriq yang notabene ialah perseroan terbatas swasta menjadi penanggung jawab pengurusan haji Indonesia dari sisi KSA.
Masharriq yang merupakan business model baru tenyata banyak menelantarkan Jemaah reguler ataupun plus di area pengurusan sekitar Armina-Arafah dan Mina termasuk Muzdalifah. Kejadian bahwa kapasitas tenda di Arafah dan Mina atas jemaah reguler dan plus, dalam banyak kasus, tidak mendapat fasilitas akomodasi tempat mabit di tenda dan makanan yang sesuai dengan bayaran kepada masharriq, yaitu sekitar 8.500 SAR per kepala untuk Armina.
Tenda-tenda di Mina yang banyak dirasakan oleh jemaah reguler dan plus sangat tidak mencukupi untuk ditempati, bahkan sering di antara kami harus saling mendominasi menduduki tempat-tempat yang katanya diperuntukkan kami, tetapi sudah diduduki oleh yang lainnya. Dalam beberapa kasus, bahkan jemaah reguler mengalami tendanya diduduki oleh jemaah dari negara lain.
Yang dirasakan ialah biaya yang dibayarkan untuk kami, seakan tidak membuat kami mempunyai hak yang memadai di Armina. Banyak informasi yang kami terima bahwa masharriq, bahkan tidak memberikan kesempatan untuk survei tempat 2 minggu sebelum dipakai, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh muasasah Asia Tenggara.
Pemerintah Indonesia atas kejadian-kejadian yang menimpa jemaah haji Indonesia baik reguler maupun plus atas kelalaian masif terstruktur masharriq, sebaiknya menyampaikan pernyataan keberatan secara diplomatis langsung kepada Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Muhammad Ibn Salman yang dengan Kidana Group-nya membawahi pengurusan swastanisasi haji KSA, atas insiden-insiden Armina yang sudah ramai diberitakan media massa Indonesia. Walaupun pihak KSA termasuk Dubes KSA untuk Indonesia menyatakan penyelenggaraan haji 2023 M/1444 H sukses.
Dikembangkan terus
Business model baru masharriq penyelenggaraan haji KSA yang sebelumnya ditangani muasasah yang notabene bagian langsung pemerintah kerajaan, disinyalir akan terus dikembangkan secara masif business model-nya oleh Kidana Group. Bahkan, nanti masharriq akan menangani bebas saja tanpa batasan regional Asia Tenggara saja misalnya.
Terbayang oleh kami, jemaah haji Indonesia yang lebih kebanyakan para pasifis karena memang diwanti-wanti jangan berselisih, harus sabar menerima apa adanya agar hajinya mabrur dan seterusnya, justru akan menjadi bulan-bulanan business model baru masharriq yang jauh dari sempurnanya profesionalisme penyelenggaraan haji KSA pada 2023 M/1444 H ini.
Di lapangan ada kecenderungan pihak masharriq menerima pembayaran pemesananan 8.500 SAR per kepala dari mana-mana saja penanggung jawab jemaah regular ataupun penanggung jawab dari travel yang menangani jemaah plus yang ada, tanpa memberikan kepastian di fasilitas spesifik mana yang diperuntukkan jemaah-jemaah yang dimaksud. Terbukti dari tidak diberikannya kesempatan penanggung jawab jemaah untuk melihat tempat-tempat spesifik yang diperuntukkan jemaah-jemaah tertentu.
Dengan kejadian semacam ini yang sudah sangat ramai diberitakan media massa Indonesia sejak kacau-balaunya prosesi haji area Armina, wajar rasanya Indonesia melalui wakil jemaah hajinya, yaitu Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan penyelenggara haji dalam hal ini Kemenag RI, mengupayakan penyampaian pernyataan keberatan secara diplomatis langsung kepada Muhammad Ibn Salman yang dengan Kidana Group-nya membawahi pengurusan swastanisasi haji KSA.
Jemaah haji Indonesia mayoritas keuangan dan pembayarannya diurusi melalui BPKH yang penyelenggaraan hajinya diurusi Kemenag RI. Pengenaan 8.500 SAR per kepala yang secara tandem kepengurusan pembayarannya dilakukan BPKH dan Kemenag RI menjadi sorotan kami para jemaah yang tidak menerima hak-hak wajarnya selama di KSA area Armina tersebut.
Menjadi tanda tanya besar buat kami jika pernyataan keberatan secara diplomatis tidak dilakukan, artinya pembiaran atas biaya yang dibayarkan ke masharriq tanpa masharriq melakukan fasilitasi sesuai akad yang ada antara pihak KSA dan Indonesia. Ranah hukumnya menjadi seperti membiarkan pihak lain memperoleh kekayaan melalui keuntungan yang tidak wajar karena tidak menjalankan kewajibannya.
Indonesia harus protes melalui diplomasi yang apik ke KSA sebagai negara yang terbesar memberikan pemasukan pendapatan pariwisata spiritual ke KSA. Ini bukan kami jemaah haji Indonesia menjadi tim penilai untuk penyelenggaraan haji KSA dan Indonesia, tetapi sekadar mencegah agar kemabruran haji jemaah Indonesia di masa yang akan datang tidak tercederai dengan kasus-kasus seperti ini.
Besar harapan kami jemaah haji Indonesia 2023 M/1444 H agar ada komunikasi publik KSA dan Indonesia mengklarifikasi hal-hal yang sudah tersampaikan. Kami mengetahui bahwa pengawas-pengawas kegiatan haji dari Indonesia semisal kawan-kawan dari Komisi VIII DPR RI, pengawas BPKH, dan pengawas haji dari Kemenag RI sudah memiliki bukti-bukti dan beragam masukan atas kejadian di sekitar area Armina. Termasuk para jemaah haji yang meninggal akibat telantar karena tidak terangkut dari Muzdalifah ke Mina, di klinik-klinik penanganan jemaah haji yang banyak berlokasi di sekitar Mina.
Semoga Indonesia mampu menjadikan posisinya di mata KSA sebagai yang lebih signifikan untuk diperhitungkan menjadi negara pemberi pendapatan wisata spiritual terbesar bagi KSA. Indonesia menjadi penyumbang terbesar dana pemeliharaan dua rumah suci yang diambil secara sistematis porsinya dalam pembayaran kegiatan umrah dan haji ke pengelola KSA. Lagi-lagi Indonesia menempati urutan pertama negara dengan jemaah umrah dan haji terbesar di dunia. Dengan demikian, Indonesia menjadi penyumbang terbesar dana pemeliharaan dua rumah suci yang disumbang jemaahnya setiap berkunjung untuk umrah dan haji.
Jakarta (ANTARA) – Lebih dari seperempat abad menggeluti dunia ekonomi syariah, pembawa acara TV Sharia Economic Talk ini sangat yakin bahwa menjadikan ekonomi keuangan syariah dan gaya hidup halalan thayyiban sebagai tujuan jalan hidup Muslim di Indonesia adalah sebuah keniscayaan yang dapat dicapai.
Gunawan Yasni dibesarkan di lingkungan keluarga terdidik yang memegang penuh keyakinan terhadap nilai-nilai Islam. Ayahnya, Zainul Yasni adalah ahli ekonomi syariah yang pernah bertugas sebagai Ketua Tim Koordinasi Kegiatan Ekspor ke Timur Tengah Departemen Perdagangan dan Koperasi hingga menjadi Duta Besar Indonesia di Yordania.
Pada masa itulah lelaki kelahiran September 1969 ini menyerap nilai-nilai universalitas. Selama itu pula Sang Ayah menularkan pengetahuan dan pemahaman tentang ekonomi syariah kepadanya dengan memberi berbagai referensi tentang standar ekonomi syariah dan filosofi bermuamalah menurut keyakinan Islam.
Tak heran jika pemilik gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Magister Managemen Keuangan dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Prasetiya Mulya ini begitu fasih berbicara tentang ekonomi dan keuangan syariah.
Gunawan Yasni selama ini aktif mendalami dan mempromosikan modal ventura syariah dan instrumen keuangan komersial syariah dalam kaitannya dengan reksadana.
Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI dan anggota Dewan Pengawas/Penasehat Syariah di beberapa lembaga keuangan itu juga aktif sebagai konsultan dan pengajar senior bidang ekonomi dan keuangan syariah di Universitas Indonesia dan di beberapa institusi keuangan.
Pemikiran Gunawan Yasni yang paling banyak didengar, dibahas, hingga dikutip berbagai kalangan cendekiawan adalah keinginannya menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia. Hal ini sudah dikomunikasikannya dalam berbagai forum pembahasan ekonomi dan keuangan Syariah.
Menurut Gunawan, track record Indonesia dengan inklusi ekonomi dan keuangan syariah yang saat ini sudah melebihi 50-an juta masyarakatnya dapat menjadi kemudahan untuk melakukan segala macam kebaikan dalam urusan syariah.
Masyarakat nasional maupun internasional perlu lebih disadarkan dengan penyampaian yang keren bahwa sharia, halalan dan thayyiban adalah untuk semua umat manusia (for all mankind), bukan hanya untuk umat Muslim.
Lebih lanjut, pria yang memiliki ijin Bapepam sebagai Investment Manager, Underwriter and Broker-Dealer ini menerangkan bahwa tindakan amal baik dalam urusan sosial (muamalah) lebih baik daripada ibadah Sunnah.
Bahkan kebaikan dalam urusan sosial (muamalah) pada titik tertentu akan menjadi penentu diterima atau tidaknya, atau bermanfaat atau tidaknya ibadah seseorang.
Pemilik “Certified Islamic Financial Analyst” dari Program Pasca Sarjana Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia ini memaparkan bahwa Allah SWT telah berkata melalui Nabi Muhammad SAW dalam hadits qudsi, ”Tidak beriman kepada-Ku orang yang tidur kenyang, sementara tetangganya kelaparan”.
Juga diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW yang berkata, “Hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling bermanfaat bagi manusia. Amal yang paling utama adalah memasukkan rasa bahagia pada hati orang beriman, seperti menutup rasa lapar, membebaskan dari kesulitan, atau membayarkan utang.”
Esensi hadits tersebut mengatakan bahwa pelaku dan pendakwah ekonomi dan keuangan syariah lebih dari sekadar beramal shalih dengan ibadah mahdhah dan ini akan membawa kebaikan bagi dirinya serta bagi umat manusia.
Berdakwah
Tampaknya menjadi pendakwah ekonomi dan keuangan syariah sudah menjadi jalan hidup seorang Gunawan Yasni. Ia sering menjadi narasumber untuk media-media nasional, baik media cetak maupun elektronik serta dikenal kompeten dalam menulis dan berbicara tentang topik yang berkaitan dengan ekonomi dan keuangan syariah.
Media massa dimaksud antara lain Harian Republika, Harian Bisnis Indonesia, Harian Investor, Majalah Modal, Majalah Swa, Majalah Az-Zikra, hingga Metro TV, SCTV, dan TVRI.
Ia juga rajin menerbitkan buku berbahasa Indonesia maupun Inggris. Buku pertamanya berjudul Ekonomi dan Keuangan Syariah: Pemahaman Singkat dan Penerapan Ringkas; buku keduanya berjudul Ekonomi Sufistik; dilanjutkan dengan buku ketiga berjudul Investasi Syariah.
Buku keempat yang berjudul Pemikiran Ringkas Keuangan Islam disajikan dalam tiga bahasa (Inggris-Indonesia-Arab). Buku kelimanya berbentuk Novel Best Seller Bi-Lingual (Inggris-Indonesia) berjudul Sang Penatap Matahari; dan buku keenam berjudul Pengantar Pasar Modal Syariah Indonesia.
Pria yang mulai aktif mengkomunikasikan ekonomi Syariah di akhir 1998 ini mengakui pangsa keuangan syariah Indonesia masih berada di kisaran tertinggi 17 persen saja. Sisanya, 83 persen, didominasi oleh keuangan yang belum sepenuhnya syariah. Angka ini terbalik dengan jumlah penduduk Indonesia yang 83 persen Muslim dan 17 persen non-Muslim.
Namun, kekurangsempurnaan dalam keuangan syariah di Indonesia jangan membuat kaum Muslimin surut untuk terus mengembangkan dan menyempurnakan ke-syariah-annya sesuai dengan ke-Islam-annya sebagaimana qaidah fiqih yang artinya “Jika belum bisa melakukan seluruh kebaikan, jangan tinggalkan seluruh kebaikan”.
Pemegang Sertifikasi Level Lanjutan (Level IV) Manajemen Risiko Perbankan ini juga menegaskan bahwa sudah saatnya kaum Muslimin Indonesia yang jumlahnya mencapai 83 persen dari 260 juta total penduduk Indonesia memfokuskan sinergi untuk membesarkan ekonomi dan keuangan syariah.
Fokus sinergi ini juga lebih bisa membakukan Muslim Indonesia sebagai penjaga keutuhan NKRI dan menepis tuduhan-tuduhan radikalisme dan terorisme kepada sebagian Muslim Indonesia.
Ekonomi dan keuangan syariah juga merupakan media yang menjadikan Muslim rahmatan lil ‘âlamiin atau berdaya guna bagi semesta alam.
Di sisi lain, non Muslim di Eropa dan dunia pun sudah mulai berinteraksi membesarkan produk-produk keuangan syariah dan produk-produk halalan thayyiban yang lain dalam level perspektif bisnis yang menjanjikan.
Sedangkan di Indonesia, Gunawan Yasni meyakini bahwa menjadikan ekonomi dan keuangan syariah dan gaya hidup halalan thayyiban sebagai nizhâm hayâh syâmilah (tujuan jalan hidup) Muslim Indonesia adalah sebuah keniscayaan yang dapat dicapai.
Sepak terjangnya di bidang ekonomi dan keuangan syariah memang sudah lebih dari seperempat abad. Selama itu pula ia terus berdakwah melalui berbagai saluran. Salah satunya melalui media televisi.
Setelah sempat menjadi co-host acara Dialog Ekonomi Syariah TVRI, host acara Spiritual CEO di TVOne, dan host acara Spiritual Executive 1 di Metro TV, Gunawan Yasni sepanjang tahun 2020-2021 memandu 50 episode acara Sharia Economic Talk with Gunawan Yasni di Metro TV.
Program TV yang berhasil mendapat beberapa penghargaan dunia itu makin mengukuhkan sosok Gunawan Yasni sebagai pakar ekonomi dan keuangan Syariah dan akan dilanjutkan dengan syuting di berbagai negara yang industri syariahnya sedang bertumbuh, mulai dari Jepang, Rusia, Turki, hingga Amerika Serikat.
Komunikasi yang dijalankan Gunawan Yasni tampak terencana dan penuh pesan persuasif tanpa memberatkan khalayak dengan pesan yang sulit dimengerti. Dalam pendekatan Public Relations, komunikasi ekonomi Syariah memang harus dipraktekan seperti itu.
Public Relations sebagai satu disiplin ilmu yang menjaga reputasi untuk memperoleh pengertian dan dukungan serta mempengaruhi opini dan perilaku publik perlu diterapkan pada komunikasi ekonomi Syariah.
Gunawan Yasni telah mengkomunikasikan pesan ekonomi syariah selama hampir 25 tahun dalam upaya mewujudkan harapan menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi Syariah dunia.
*Penulis Tria Patrianti adalah dosen konsentrasi Public Relations pada Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) serta kandidat Doktor Ilmu Komunikasi di FIKOM Universitas Padjadjaran Bandung.
Gunawan Yasni, Seperempat Abad Mengkomunikasikan Pesan Ekonomi Syariah
Selasa, 12 Oktober 2021 21:07
Jakarta (ANTARA) – Lebih dari seperempat abad menggeluti dunia ekonomi syariah, pembawa acara TV Sharia Economic Talk ini sangat yakin bahwa menjadikan ekonomi keuangan syariah dan gaya hidup halalan thayyiban sebagai tujuan jalan hidup Muslim di Indonesia adalah sebuah keniscayaan yang dapat dicapai.
Gunawan Yasni dibesarkan di lingkungan keluarga terdidik yang memegang penuh keyakinan terhadap nilai-nilai Islam. Ayahnya, Zainul Yasni adalah ahli ekonomi syariah yang pernah bertugas sebagai Ketua Tim Koordinasi Kegiatan Ekspor ke Timur Tengah Departemen Perdagangan dan Koperasi hingga menjadi Duta Besar Indonesia di Yordania.
Pada masa itulah lelaki kelahiran September 1969 ini menyerap nilai-nilai universalitas. Selama itu pula Sang Ayah menularkan pengetahuan dan pemahaman tentang ekonomi syariah kepadanya dengan memberi berbagai referensi tentang standar ekonomi syariah dan filosofi bermuamalah menurut keyakinan Islam.
Tak heran jika pemilik gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Magister Managemen Keuangan dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Prasetiya Mulya ini begitu fasih berbicara tentang ekonomi dan keuangan syariah.
Gunawan Yasni selama ini aktif mendalami dan mempromosikan modal ventura syariah dan instrumen keuangan komersial syariah dalam kaitannya dengan reksadana.
Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI dan anggota Dewan Pengawas/Penasehat Syariah di beberapa lembaga keuangan itu juga aktif sebagai konsultan dan pengajar senior bidang ekonomi dan keuangan syariah di Universitas Indonesia dan di beberapa institusi keuangan.
Pemikiran Gunawan Yasni yang paling banyak didengar, dibahas, hingga dikutip berbagai kalangan cendekiawan adalah keinginannya menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia. Hal ini sudah dikomunikasikannya dalam berbagai forum pembahasan ekonomi dan keuangan Syariah.
Menurut Gunawan, track record Indonesia dengan inklusi ekonomi dan keuangan syariah yang saat ini sudah melebihi 50-an juta masyarakatnya dapat menjadi kemudahan untuk melakukan segala macam kebaikan dalam urusan syariah.
Masyarakat nasional maupun internasional perlu lebih disadarkan dengan penyampaian yang keren bahwa sharia, halalan dan thayyiban adalah untuk semua umat manusia (for all mankind), bukan hanya untuk umat Muslim.
Lebih lanjut, pria yang memiliki ijin Bapepam sebagai Investment Manager, Underwriter and Broker-Dealer ini menerangkan bahwa tindakan amal baik dalam urusan sosial (muamalah) lebih baik daripada ibadah Sunnah.
Bahkan kebaikan dalam urusan sosial (muamalah) pada titik tertentu akan menjadi penentu diterima atau tidaknya, atau bermanfaat atau tidaknya ibadah seseorang.
Pemilik “Certified Islamic Financial Analyst” dari Program Pasca Sarjana Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia ini memaparkan bahwa Allah SWT telah berkata melalui Nabi Muhammad SAW dalam hadits qudsi, ”Tidak beriman kepada-Ku orang yang tidur kenyang, sementara tetangganya kelaparan”.
Juga diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW yang berkata, “Hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling bermanfaat bagi manusia. Amal yang paling utama adalah memasukkan rasa bahagia pada hati orang beriman, seperti menutup rasa lapar, membebaskan dari kesulitan, atau membayarkan utang.”
Esensi hadits tersebut mengatakan bahwa pelaku dan pendakwah ekonomi dan keuangan syariah lebih dari sekadar beramal shalih dengan ibadah mahdhah dan ini akan membawa kebaikan bagi dirinya serta bagi umat manusia.
Berdakwah
Tampaknya menjadi pendakwah ekonomi dan keuangan syariah sudah menjadi jalan hidup seorang Gunawan Yasni. Ia sering menjadi narasumber untuk media-media nasional, baik media cetak maupun elektronik serta dikenal kompeten dalam menulis dan berbicara tentang topik yang berkaitan dengan ekonomi dan keuangan syariah.
Media massa dimaksud antara lain Harian Republika, Harian Bisnis Indonesia, Harian Investor, Majalah Modal, Majalah Swa, Majalah Az-Zikra, hingga Metro TV, SCTV, dan TVRI.
Ia juga rajin menerbitkan buku berbahasa Indonesia maupun Inggris. Buku pertamanya berjudul Ekonomi dan Keuangan Syariah: Pemahaman Singkat dan Penerapan Ringkas; buku keduanya berjudul Ekonomi Sufistik; dilanjutkan dengan buku ketiga berjudul Investasi Syariah.
Buku keempat yang berjudul Pemikiran Ringkas Keuangan Islam disajikan dalam tiga bahasa (Inggris-Indonesia-Arab). Buku kelimanya berbentuk Novel Best Seller Bi-Lingual (Inggris-Indonesia) berjudul Sang Penatap Matahari; dan buku keenam berjudul Pengantar Pasar Modal Syariah Indonesia.
Pria yang mulai aktif mengkomunikasikan ekonomi Syariah di akhir 1998 ini mengakui pangsa keuangan syariah Indonesia masih berada di kisaran tertinggi 17 persen saja. Sisanya, 83 persen, didominasi oleh keuangan yang belum sepenuhnya syariah. Angka ini terbalik dengan jumlah penduduk Indonesia yang 83 persen Muslim dan 17 persen non-Muslim.
Namun, kekurangsempurnaan dalam keuangan syariah di Indonesia jangan membuat kaum Muslimin surut untuk terus mengembangkan dan menyempurnakan ke-syariah-annya sesuai dengan ke-Islam-annya sebagaimana qaidah fiqih yang artinya “Jika belum bisa melakukan seluruh kebaikan, jangan tinggalkan seluruh kebaikan”.
Pemegang Sertifikasi Level Lanjutan (Level IV) Manajemen Risiko Perbankan ini juga menegaskan bahwa sudah saatnya kaum Muslimin Indonesia yang jumlahnya mencapai 83 persen dari 260 juta total penduduk Indonesia memfokuskan sinergi untuk membesarkan ekonomi dan keuangan syariah.
Fokus sinergi ini juga lebih bisa membakukan Muslim Indonesia sebagai penjaga keutuhan NKRI dan menepis tuduhan-tuduhan radikalisme dan terorisme kepada sebagian Muslim Indonesia.
Ekonomi dan keuangan syariah juga merupakan media yang menjadikan Muslim rahmatan lil ‘âlamiin atau berdaya guna bagi semesta alam.
Di sisi lain, non Muslim di Eropa dan dunia pun sudah mulai berinteraksi membesarkan produk-produk keuangan syariah dan produk-produk halalan thayyiban yang lain dalam level perspektif bisnis yang menjanjikan.
Sedangkan di Indonesia, Gunawan Yasni meyakini bahwa menjadikan ekonomi dan keuangan syariah dan gaya hidup halalan thayyiban sebagai nizhâm hayâh syâmilah (tujuan jalan hidup) Muslim Indonesia adalah sebuah keniscayaan yang dapat dicapai.
Sepak terjangnya di bidang ekonomi dan keuangan syariah memang sudah lebih dari seperempat abad. Selama itu pula ia terus berdakwah melalui berbagai saluran. Salah satunya melalui media televisi.
Setelah sempat menjadi co-host acara Dialog Ekonomi Syariah TVRI, host acara Spiritual CEO di TVOne, dan host acara Spiritual Executive 1 di Metro TV, Gunawan Yasni sepanjang tahun 2020-2021 memandu 50 episode acara Sharia Economic Talk with Gunawan Yasni di Metro TV.
Program TV yang berhasil mendapat beberapa penghargaan dunia itu makin mengukuhkan sosok Gunawan Yasni sebagai pakar ekonomi dan keuangan Syariah dan akan dilanjutkan dengan syuting di berbagai negara yang industri syariahnya sedang bertumbuh, mulai dari Jepang, Rusia, Turki, hingga Amerika Serikat.
Komunikasi yang dijalankan Gunawan Yasni tampak terencana dan penuh pesan persuasif tanpa memberatkan khalayak dengan pesan yang sulit dimengerti. Dalam pendekatan Public Relations, komunikasi ekonomi Syariah memang harus dipraktekan seperti itu.
Public Relations sebagai satu disiplin ilmu yang menjaga reputasi untuk memperoleh pengertian dan dukungan serta mempengaruhi opini dan perilaku publik perlu diterapkan pada komunikasi ekonomi Syariah.
Gunawan Yasni telah mengkomunikasikan pesan ekonomi syariah selama hampir 25 tahun dalam upaya mewujudkan harapan menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi Syariah dunia.
*Penulis Tria Patrianti adalah dosen konsentrasi Public Relations pada Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) serta kandidat Doktor Ilmu Komunikasi di FIKOM Universitas Padjadjaran Bandung.
Sejarah sajadah panjang Muhammadiyah
4 November 2024
Penulis: Aat Surya Safaat
Dimulai dari beberapa kali pertemuan formal dalam interview ataupun forum diskusi tentang ekosistem halal, terkuaklah beberapa hal terkait berdirinya Muhammadiyahsebagai ormas Islam kedua terbesar di Indonesia namun paling signifikan kiprahnya di dunia perumahsakitan dan pendidikan yang bahkan sudah merambah global.
Dua cucu pendiri Muhammadiyah yang ‘hilang’, atau lebih tepatnya tidak ingin mengungkit jasa-jasa kakek mereka sebagai inisiator berdiri dan bersatunya Muhammadiyah secara nasional menarik untuk dibahas.
Prof. Winai Dahlan, Guru besar di Universitas Chulalongkorn dan inisiator sistem halal modern di Thailand yang bukan warga negara Indonesia dan tidak terkait kepengurusan Muhammadiyah, adalah cucu laki-laki dari anak laki-laki Muhammad Darwis (Ahmad Dahlan), pendiri Muhammadiyah Kauman Yogyakarta.
Di sisi lain, Muhammad Gunawan Yasni, seorang pakar, profesional dan praktisi keuangan syariah serta unsur pimpinan dan bendahara dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia, yang suka risih apabila disebutkan deretan gelar akademis dan profesionalnya, adalah cucu laki-laki dari anak laki-laki Darwis Abdul Muin, pendiri Muhammadiyah Padang Panjang, Sumatera Barat.
Atas inisiasi dan nasihat dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada masanya, kedua pendiri Muhammadiyah itu bersepakat untuk menjadikan Muhammadiyah bersatu antara Jawa dan Sumatra dengan pusat di Yogyakarta.
Jiwa besar Darwis Abdul Muin, yang walaupun mendeklarasikan Muhammadiyah Padang Panjang beberapa bulan lebih dulu dari Muhammadiyah Yogyakarta, mengakui bahwa Muhammad Darwis (Ahmad Dahlan) lebih pantas ketokohannya untuk dijadikan pimpinan Muhammadiyah yang bisa mempersatukan Nusantara dengan ke-Muhammadiyahan-nya.
Keikhlasan beramal shalih
Keluarga para pendiri Muhammadiyah itu tak perrnah menonjolkan diri sebagai trah pendiri Muhammadiyah. Mereka paham dengan keikhlasan kakek-kakek mereka bahwa biarkanlah Muhammadiyah menjadi amal jariyah yang mengejawantah menjadi sejarah sajadah panjang yang berpahala, Insya Allah, dan turun temurun keberkahannya kepada seluruh keluarga mereka.
Profesionalisme yang dijalankan Prof. Winai maupun Gunawan Yasni tanpa membawa-bawa embel-embel terkait hal-hal pendirian Muhammadiyah oleh kakek mereka menjadi penyejuk di tengah hiruk pikuknya perkembangan trah perpolitikan, trah ke-kyai-an dan trah-trah lain yang menjadi legitimasi kekuasaan politik, ormas dan perkumpulan-perkumpulan lainnya.
Prof. Winai maupun Gunawan Yasni sudah puluhan tahun menggeluti ke-halal-an dan ke-syariah-an yang menjadikan mereka berada di tengah-tengah pusat kehalalan dan kesyariahan ekonomi dan keuangan serta sektor riil global maupun Indonesia dengan hanya membawa profesionalitas mereka.
Gunawan Yasni bersama ayahnya Dr. Zainul Yasni dianggap sama-sama mempunyai kepakaran di bidang ekonomi dan keuangan syariah pada masing-masing zamannya. Keduanya sama-sama dinisbatkan kepada 1001 tokoh Minang yang berpengaruh oleh penggagas buku ‘1001 Tokoh Minang’ Hasril Chaniago.
Sejarah panjang
Ketika Gunawan Yasni bersekolah SMA di Yordania mengikuti ayahnya yang berkedudukan sebagai Dubes RI untuk Yordania dan Palestina pertama, Ratu Rania remaja sempat menjadi kawan SMA-nya sebagaimana Dr. Zainul Yasni sangat dekat dengan Raja Hussein, ayah dari Raja Abdullah, suami Ratu Rania yang bahkan sempat diajak resmi mengunjungi Indonesia.
Profesionalitas yang didukung dengan kemampuan berdiplomasi yang bernas menjadi sesuatu yang mendarah daging pada diri anak cucu pendiri Muhammadiyah tersebut.
Sama seperti pendahulunya, keengganan membawa embel-embel keakuan ataupun sekadar ke-Muhammadiyah-an di atas kepentingan yang lebih besar sepertinya menjadi ke-egois-an dalam berkorban sebagaimana para nabi dan orang-orang shalih terdahulu.
Kata-kata bijak yang ‘blunt’ dalam bahasa Inggris yang lebih merupakan bahasa pikiran seorang Gunawan Yasni, “I don’t give a damn about people but I give a damn about Allah – Saya tidak peduli manusia tapi saya peduli Allah” merupakan pengejawantahan bahwa apa yang dilakukan adalah untuk Allah, bukan sekadar untuk manusia.
Satire syariah untuk semua
Banyak trah perpolitikan, trah kekyaian dan trah-trah lainnya yang mengatasnamakan mendukung syariah agar mereka bisa langsung duduk di puncak-puncak kekuasaan, padahal mereka ketika berkuasa tidak banyak melakukan hal-hal signifikan agar syariah berkembang secara esensial dan substansial.
Apa yang ada malah membuat syariah ber-budget tinggi karena harus menyiapkan komunitas-komunitas, komite-komite, atau badan-badan yang isinya hanya orang-orang yang itu-itu saja tanpa parameter setting yang jelas untuk penghitungan ‘input output productivity’ dari budget yang dikeluarkan.
Sementara semisal Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang tidak ada alokasi budget rutin khusus dari pihak manapun dan hanya mengandalkan kemanfaatan aktivitas mereka dalam memberikan naungan, nasihat, fatwa dan arahan dalam bidang ekonomi dan keuangan syariah serta sektor riilnya menjadi acuan bagi industri syariah serta produktif konservatif dalam banyak hal kesyariahan.
Pihak semisal DSN-MUI inilah yang sepantasnya diisi orang-orang professional, bukan semata wakil-wakil ormas untuk bisa menjadi ‘Rahmatan lil ‘aalamiin’.
Tidak berlebihan jika kondisi yang ada digambarkan dengan kata-kata pantun satire sebagai berikut:
Kamu bersyariah saja susah…
Bagaimana mau mudah.
Banyak maumu…
Tapi singkat ikhtiarmu.
Bukan masalahmu yang berat…
Tapi kamu terlambat mengikuti syariat.
Allah Ta’ala telah memberi semuanya…
Tapi kamu bersyariah semaunya.
Permintaanmu beribu-ribu…
Tapi syariahmu ditikung-tikung terburu-buru.
Mimpi dan cita-citamu setinggi langit…
Tapi implementasi syariahmu cuma di langit-langit.
Ingin cepat terkabul syariah yang kau damba…
Tapi kau senantiasa ragu dengan ketetapan-Nya.
Maunya implementasi syariah dimudahkan…
Tapi pertimbangan akal sehat sering dilupakan.
Inginnya syariah dapat membuat tenang dan bahagia…
Tapi diskusi-diskusi syariah bukan dengan senang dibuka.
Jadi apa sih sebenarnya maumu…
Masih saja tidak sejalan dengan Allah Ta’ala Tuhanmu.
Nas’alullaaha as-salaamah wal ‘afiyah.
Allaahul muwafiq ila aqwamith thariiq.
Allahu ya’khudzu bi’aidina ila ma fihi khayr lil islam wal muslimin.
Fastabiqul khayraat.
Billaahi sabiilil haqq.
Wabillaahi tawfiq wal hidayah.
Semoga keikhlasan para pendiri Muhammadiyah beserta anak cucunya yang ikhlas dalam beramal shalih dan yang meneladani orang-orang shalih dan para nabi dapat menjadi ibrah bagi siapa saja yang berjiwa negarawan sekaligus agamawan untuk Indonesia yang lebih baik. Aamiin Yaa Rabb.
*Aat Surya Safaat adalah Penasihat Forum Akademisi Indonesia (FAI). Pernah menjadi Kepala Biro Kantor Berita ANTARA New York (1993-1998) dan Direktur Pemberitaan ANTARA (2016).