1

Ilmu Garam Bukan Ilmu Gincu

Zainul Yasni

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Peringatan Nuzulul Quran
Selasa, 17 Ramadhan 1400 / 29 Juli 1980

The Doctor – Zainul Yasni (Muslim Ghafarrah)
Ketua team Koordinasi Kegiatan Ekspor Timur Tengah – Depdagkop / Dosen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor

HADIRIN YANG MULIA.

Memperingati turunnya kitab suci Al Quran, wahyu Allah SWT kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW selaku kitab terakhir yang mengandung pula ringkasan isi kitab-kitab Taurat, Zabur, Injil dan lain-lain yang diterima Nabi-nabi ratusan tahun sebelumnya, tidaklah akan terasa hakikat maknanya jika tidak kita ungkapkan pula beberapa inti pokok isinya secara padat serta tepat mengenai manusia dan masyarakat kemanusiaan secara bulat dan seutuhnya pula.

Daya Gayut (relevansi) peringatan Nuzulul Quran itu akan mempunyai bobot dan mengandung bibit dinamik motivasi yang kuat apabila kita menyadari kehadiran kita di tengah-tengah masyarakat dunia dengan aneka bangsa yang saling berkaitan dalam inter-komunikasi serta bersentuhan dalam inter-aksi.

Pertama-tama, Al Quran itu sendiri yang diturunkan Tuhan beransur-ansur selama 23tahun masa ke-Nabi-an Muhammad, adalah untuk kebahagiaan seantero umat manusia dan seluruh alam raya, dan bukan hanya untuk orang yang beragama islam saja. Islam dan pemeluknya dikehendaki agar berfungsi selaku katalisator, dinamisator dan penjaga keseimbangan dan kemantapan jalan lurus ditengah benturan berbagai macam gerakan-gerakan ekstrim yang saling bertentangan. Azasnya Al Quran itu adalah garis-bagi antara kebenaran dan kebathilan. Ujudnya adalah garis pisah antara yang ber-Tuhan dan yang anti-Tuhan.
“Bulan Ramadhan yang didalamnya diturunkan Al Quran untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia disertai penjelasan-penjelasan dari petunjuk itu dan pem-beda-an (Al Furqan) di antara yang hak dan yang bathil”. (Surat Al Baqarah ayat 185)

Hal ini lebih ditekankan lagi dengan penegasan Tuhan atas tugas ke-Nabi-an Muhammad SAW bahwa:
“Dan tidaklah kami utus kamu (ya, Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat/berdaya guna bagi semesta alam”. (Surat Al Ambiya ayat 107)

Sedangkan Al Quran adalah bekal utama dan senjata yang ampuh bagi Muhammad dalam tugas ke-Rasul-annya!

HADIRIN YANG MULIA.

Sesuai dengan maksud diturunkannya Al Quran untuk menjadi pedoman hidup pribadi dan masyarakat segenap manusia dan alam semesta, maka sikap dasar filosofi dan metode pendekatan yang diajarkan oleh Nabi yang membawakannya adalah: mendorong, membangkitkan minat, membangun, menegor dan mengembangkan. Pendeknya sikap dasar dan pendekatan Al Quran itu adalah senantiasa bersifat developmental, taqaddumiyah, dinamisator dan katalisator, bertolak ansur dan bertenggang rasa, saling menasehati, tidak benar sendiri.

Konsultatif keseimbangan, bukan konfrontatif berat sebelah, tetapi memilih jalan tengah yang lurus!
“Dan demikianlah kami jadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan (yang berkeseimbangan tentunya) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia, sedangkan Rasul menjadi saksi pula atas perbuatan kamu itu”. (Surat Al Baqarah ayat 143)

Jalan lurus itu pula yang senantiasa kita doakan agar senantiasa dibukakan Tuhan kepada kita sebagai yang tersimpul dalam surat Al Fatihah:
“Pimpin dan tunjukilah kami kepada jalan yang lurus (yaitu) jalan orang orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka (dan) bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.

Selanjutnya Al Quran secara lengkap dan luas memberikan petunjuk-petunjuk dan bimbingan hidup. Diberikannya pula bahwa semua Nabi sejak Adam, Ibrahim, Nuh, Musa, Isa dan lain-lain adalah nabi kita dan karena itu semua pengikut-pengikutnya harus saling kenal dan tidak bercekcok. Diaturnya pula cara beribadat (hablim minal-Lah), cara bergaul (hablim minan-Nas), rumah tangga khidmat anak kepada orang tua, kesetiaan suami dan isteri, murid dan guru, keseragaman hidup antar agama, pergaulan politik dan pengaturan pemerintahan, musyawarah aturan perang damai ekonomi, dagang dan kebudayaan, waris dan keluarga, pemberantasan kemiskinan, pemerataan kesempatan dan pendapatan dan sebagainya. Hanyalah hati dan jiwa berdosa sajalah yang menutup diri terhadap ajaran-ajaran yang senantiasa bersifat developmental, taqaddumiyah, dan membangun itu!

Disamping itu patut secara khusus kami singgung di sini, bahwa tidak sedikit ayat Quran yang tegas-tegas mendorong orang berpikir serta mengembangkan ilmu dan teknologi.

Surat An Naml ayat 88 umpamanya, menyatakan;
“Dan tengoklah gunung-gunung itu. Engkau kira dia tetap ditempatnya? pada hal dia itu berjalan sebagai bergeraknya awan-gemawan. (Begitulah) bikinan Allah yang membuat kokoh tiap-tiap sesuatunya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa saja yang engkau kerjakan”.

Ayat ini merupakan rangsangan untuk mempelajari tata surya, dimana dalam ayat ini digabungkan kepahaman ilmu bumi geografi dan ilmu angkasa kosmografi dalam tata surya! dengan demikian Al Quran meluaskan cakrawala pandangan dan sikap hidup kita.

Di samping itu banyak lagi ayat-ayat lain yang menyuruh manusia meneliti ke dalam diri, fisik dan jiwa sendiri, mengenal anatomi dan introspeksi diri, di samping disuruhnya kita bercermin kepada kitab besar berupa alam jagad raya, bagaimana gunung dan bukit ditinggikan, bagaimana darat dan laut dihamparkan, kutub dan sumbu bumi diatur tertib dalam fungsi-fungsi yang serasi, berkait dan berimbang.

Firman Allah menyatakan:
“Kami jadikan segala sesuatunya itu ditimbang”, artinya diproporsikan secara rapi dan sesuai antara satu sama lain, baik dalam ukuran benda terkecil dalam suatu atom maupun yang terbesar jagad raya, yang semuanya tersusun dalam ukuran dan hukum dasar yang sudah ditentukan, membuktikan kemaha-kuasaan Tuhan pencipta seru sekalian alam.

Sangat menarik perhatian pula bahagian-bahagian Al Quran yang menceritakan perkembangan alam dan manusia, dipahamkannya sejarah manusia dan masyarakat bukan hanya dalam bentuk angka fakta, tetapi dalam jalinan sebab dan akibat, tantangan-tantangan dan jawabnya. Bukan pemahaman teknokrasi tetapi bulat dengan pemahaman institusi!

Jazirah Arab dan negara-negara Timur Tengah umumnya adalah tempat lahirnya Nabi-nabi sejak dulu kala disertai kitab-kitab Agama yang beliau bawakan. Semuanya turun di daerah yang gersang, padang pasir dan batu, alamnya yang kering dan kikir, penduduknya yang keras dan kasar, disertai praktek kebathilan dan kekejaman yang mencapai puncak dan kesewenangan.

Ke situlah Agama, Kitab dan Rasul didatangkan, dan dari situlah lahir peradaban yang mengangkat derajat manusia jahiliyah itu menjadi manusia yang bermutu setelah menghadapi tantangan-tantangan yang tidak ringan. Namun demikian hasilnya adalah senantiasa menangnya kebenaran melawan tantangan-tantangan kebathilan itu dan makin lama makin berhasil meluaskan kemajuan peradaban dan rangsangan ilmu pengetahuan ke Barat dan ke Timur, ke Utara dan ke Selatan. Dengan senjata ilmu dan teknologi itu akan dapat dinikmati lebih sempurna sumber-sumber kekayaan alam semesta untuk umat manusia seperti diajarkan oleh Al Quran-ul Karim itu.

HADIRIN YANG MULIA.

Sejarah menunjukkan pula bahwa buah utama peradaban yang berkembang dari Timur Tengah itu, dalam bentuk kemajuan ilmu dan teknologitersebut telah dipetik dan berhasil berkembang di Barat, sehingga +/- 3/4 kekayaan dunia dinikmati oleh +/- 1/4 manusia bumi yang beruntung mendapat dan menggunakan teknologi itu, sedangkan selebihnya 3/4 penduduk dunia terpaksa hidup serba kekurangan dari +/- 1/4 produksi dunia itu. Demikianlah, dari Timur Tengah sejarah berputar ke Barat! Kekuasaan politik, ekonomi dan perdagangan mereka rebut. Perdagangan Indonesia dengan Arab yang mengawali perdagangan luar negeri Indonesia beberapa abad yang lalu yang notabene telah menjadi jembatan berkembangnya Islam di Indonesia, beransur-ansur terdesak dan akhirnya lenyap dan berganti dengan perdagangan Indonesia – Barat. Bahkan perdagangan kita dengan Cina dan Jepang pun waktu itu terdesak pula dan direbutnya.

Akan tetapi di balik sebenarnya, dengan kebanggaan modernisasi dan kadang-kadang ketakaburan teknologi yang diiringi kolonialisasi dimasa yang lalu, mereka diam-diam telah memupuk ketergantungan yang besar kepada salah satu sumber energi, yaitu minyak yang +/- 2/3 produksi dunia berasal dari negeri Timur Tengah tersebut. Ketergantungan itu jelas nampak dari proses konsumsi, produksi, angkutan, pemanasan di musim dingin, pendinginan di musim panas dan lain-lain pengembangan kenikmatan hidup yang sukar dapat dibayangkan tanpa menggunakan minyak sebagai sumber energi. Mesin-mesin dan alat-alat modern dibuat dengan minyak sebagai penggerak utamanya, dan semuanya itu tidak akan mudah dirubah dan diredesign, kalaupun dalam belasan tahun yang akan datang dapat dikembangkan sumber-sumber energi lain.

Rupanya angin perputaran sejarah mulai membalik arah. Perang Mesir – Israel 3 Oktober 1973, menyebabkan negara-negara minyak Timur Tengah melakukan embargo minyak ke negara-negara maju yang menyokong Israel, kemudian disusul dengan menaikkan harga minyak terus menerus yang dimungkinkan karena perkembangan-perkembangan politik di kawasan itu telah menempatkan mereka menjadi nyata-nyata pemilik sumber minyak itu sendiri yang sebelumnya selama berpuluh-puluh tahun dikuasai negara-negara lain yang menentukan harga-harga minyak itu tidak berubah selama berpuluh tahun pula, sedangkan harga barang-barang hasil industri mereka naik terus menerus.

Demikianlah, maka sejak tahun 1974 beratus-ratus milyard dollar tiap tahun telah dan akan mengalir kembali ke negara-negara Timur Tengah. Hal itu telah memungkinkan mereka mengadakan lompatan-lompatan besar dalam pembangunan untuk mengejar ketinggalan mereka ratusan tahun selama hari-hari dan sejarah meninggalkan mereka. Dengan dana yang besar itu pastilah pula mereka akan terus menerus memerlukan bahan bangunan, barang konsumsi, bahan baku industri, tambahan tenaga manusia dan berbagai jasa lainnya yang bagi kita dalam rangka pembangunan Indonesia merupakan kesempatan-kesempatan baru yang terbuka bagi ekspor non-migas dalam arti luas, secara saling menguntungkan dengan wajar dan bukan meminta-minta, dalam rangka diversifikasi ekspor kita secara horizontal maupun vertikal, menghadapi tanda-tanda resesi ekonomi negara-negara maju dan peningkatan konsumsi minyak dalam negeri yang lebih besar dari peningkatan produksinya sehingga ekspor non-migas harus ditingkatkan secepat-cepatnya sesuai repelita III.

Pendeknya perkembangan-perkembangan dan ketegangan-ketegangan yang berjalan saling susul menyusul sejak tahun 1973 itu telah mengharuskan dilakukannya pemikiran pemikiran baru dan dihilangkannya prasangka-prasangka tertentu, penyusunan tata ekonomi dunia yang baru, dan lain-lain perubahan besar yang harus bersama-sama kita lakukan (terutama dengan meningkatkan kerjasama antara sesama negara berkembang di Barat, Timur Tengah dan Timur Jauh), jika dunia yang kita tinggali ini ingin kita hindarkan dari kemungkinan-kemungkinan perang dunia ketiga.

Itulah perputaran angin besar sejarah dunia yang diselipkan Tuhan di dalam ayat 140 surat Ali Imran:
Demikanlah hari-hari (kejayaan dan kehancuran itu Kami pergilirkan diantara umat manusia (agar mereka mendapat pelajaran)”.

HADIRIN YANG MULIA.

Kami merasa perlu sangat mengemukakan beberapa catatan lagi, sebelum mengakhiri uraian kami, sebagai berikut.

Di tengah-tengah dunia yang makin kecil akibat kemajuan teknologi perhubungan udara dan angkasa, laut dan telkom, penginderaan jarak jauh, maka manusia dalam aneka bangsa dan golongan telah dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi dalam menghadapi perkembangan-perkembangan baru tadi itu, yang cukup menggoncangkan ubun-ubun dan pusar ekonomi politik bangsa-bangsasedunia dewasa ini.

Apakah gerangan petunjuk-petunjuk dasar dari Al Quran dalam mengarungi lautan sisa hidup dunia yang sebenarnya dapat terancam oleh kemajuan teknologi dan perbuatan manusia itu sendiri, sebagaimana disebutkan dalam surat Rum ayat 41:
“Jelas nampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan tangan manusia, sehingga Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka itu, agar mereka kembali ke jalan yang benar”.

Diantara petunjuk-petunjuk pokok Al Quran itu ialah:

Pertama: surat Al Hujuraat ayat 13:
“Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku-suku bangsa, supaya kamu saling mengenal satu sama lain, sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Tuhan ialah yang lebih bertaqwa (memelihara diri dari kejahatan)”.

Inti artinya ialah bahwa manusia diciptakan Tuhan dari lelaki dan perempuan dan dijadikan pula berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar satu sama lain saling berkenalan dan saling menghormati serta berbaik-baikan.

Dengan kata lain masalah-masalah dunia harus diselesaikan dengan cara konsultasi antar bangsa dan bukan saling berkonfrontasi, apalagi akan mengobarkan peperangan yang pasti akan menghancurkan sebahagian besar penghuni bangsa kita ini. Dalam rangka ini Tuhan selanjutnya mewahyukan ayat 125 dari surat An Nahl:
“Ajaklah mereka ke jalan Tuhan dengan bijaksana dan pengajaran yang baik, dan bertukar fikiranlah dengan mereka menurut cara yang sebaik-baiknya. Sesungguhnya Tuhan Engkau lebih tahu siapa yang tersesat jalannya, dan Dia lebih tahu pula orang-orang yang menuruti jalan yang benar”.

Garis pokok isinya ialah menegaskan agar kita mengajak orang ke jalan Allah dengan bijaksana dan dengan contoh perbuatan yang baik. Juga berdebat menghadapi pihak lain harus dengan cara yang lebih baik pula. Kefanatikan dan kepicikan harus dijauhkan untuk kemaslahatan Bangsa dan dunia.

Kedua: Antar agama perlu dikembangkan kerukunan hidup, saling menghormati dan tidak saling menggerogoti. Pegangan kita bersama berupa Tuhan Yang Maha Esa perlu senantiasa diingat dan dibela bersama-sama.

Di dalam ayat 64 surat Ali Imran disebutkan:
“Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah kita menuju kesuatu kalimat (ketetapan) yang bersamaan antara kami dan kamu, yaitu bahwa tidak kita sembah kecuali Allah (Tuhan Yang Maha Esa) dan tidak kita persekutukan Dia dengan apapun dan tidak (pula) sebahagian kita menjadikan sebahagian yang lain sebagai Tuhan selain dari pada Allah”.

dan seterusnya:
“Tidaklah boleh ada paksaan dalam hal agama”,

bahkan Tuhan Menegaskan pula: Suatu kalimat terkenal, yaitu “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”.

Bahkan ditegaskan Tuhan pula di dalam ayat ke 40 dari surat Al Haj bahwa kalau manusia antar agama tidak mau saling membantu dan bekerjasama, bisa terjadi bahwa rumah-rumah ibadat agama-agama itu akan hancur oleh kaum anti Tuhan.
“Orang-orang yang diusir dari tempat kediaman mereka tanpa alasan yang benar kecuali karena mereka berkata: Tuhan kami hanyalah Allah. Sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia terhadap bahagian yang lain, tentu telah akan hancurlah biara-biara nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat Yahudi dan mesjid-mesjid yang di dalamnya semua banyak disebut nama Allah”, ….. dan seterusnya.

Jelas disini betapa pentingnya kerjasama dan kerukunan antar agama kalau sekiranya rumah-rumah ibadat tiang agama-agama itu hendak dipertahankan dari bahaya penghancuran oleh kaum anti agama.

Ketiga: (dan yang terakhir serta terpenting), bahwa sepanjang sejarah bernegara dan bermasyarakat, Al Quran dan sunnah Nabi lebih mementingkan amal dan kenyataan, isi dan ujud daripada seribu gagasan, cita-cita maupun teori.

Pada suatu waktu Nabi Muhammad ditanya orang:

أى الآعما ل أفضل؟ قل: عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور
“Kerja apakah yang terbaik? Berkata Nabi: Karya seorang dengan tangannya dan setiap usaha dagang yang baik”. Ini menunjukkan bahwa isi dan kegiatan lebih penting dari bentuk dan merek!

Rakyat Indonesia dengan sadar telah memilih bentuk Republik dengan dasar Pancasila bagi negaranya. Pancasila itu sendiri pada hakekatnya adalah batas akhir (final border line) antara yang ber-Tuhan dan anti-Tuhan. Karenanya orang yang tidak menerima salah satu atau lebih dari kelima sila itu, tidak dapat diterima sebagai keluarga Pancasila. Dan karena itu pulalah gerakan tidak atau anti ber-Tuhan dilarang oleh rakyat Indonesia untuk selama-lamanya.

Hakekat Pancasila itu sebenarnya pula dilahirkan oleh para pendiri Negara kita dari hakikat paham ke-Tuhanan dan kemasyarakatan yang hidup di dalam negara kita, pada agama mana pun terletaknya, meskipun tentunya terutama pada Islam selaku agama mayoritas rakyat Indonesia. Masing-masing pemeluk agama itu dalam sejarah negara kita cukup terpelihara dan kehidupan lahir bathinnya telah berkembang dengan baik dan tidak mengecewakan. Sejauh mengenai Islam kita saksikan perkembangannya secara kualitatif berupa derajat ke Islaman rakyat kita yang meningkat terus dan kuantitatif berupa perkembangan pembangunan sekolah-sekolah Islam, mesjid, rumah sakit, haji dan lain-lain yang kami lihat sendiri jauh lebih cepat meskipun dibandingkan dengan di negara-negara tempat lahirnya Islam itu sendiri. Urusan-urusan masyarakat Islam diselesaikan oleh Mahkamah-mahkamah syariah Islam yang ada dan dibiayai dari anggaran belanja Negara Pancasila itu sendiri. Bahkan pembinaan Ilmu Al Quran sampai kepada seni bacanya (Tilawatil Quran) dikembangkan dan dikumandangkan oleh pemerintah Republik Indonesia bersama masyarakat Islam yang juga dihormati oleh kalangan agama-agama lainnya.

Banyak tamu-tamu negara Timur Tengah yang tidak mengira tadinya bahwa Islam itu diamalkan di Indonesia, meskipun ia dilahirkan dan dirayakan di negara lain.

Agama Islam Maju, meskipun negara kita bukan bernama Negara Islam atau Negara Theokrasi, dan meskipun bukan pula negara sekuler karena Pancasila itu sendiri tidak membenarkan sekuler.

Ibarat garam dalam air, Islam itu terasa meskipun tidak kelihatan seperti gincu (zat pewarna merah dalam air) yang nampak kelihatan menyolok dan gagah, karena warna atau papan nama, tetapi tanpa rasa dan cita.

Bagi kita di Indonesia adalah adalah keliru kalau ada yang masih ber-ilmu gincu, yang menginginkan nama lebih daripada isi, karena hal itu bagi kondisi Indonesia tidak akan mengenai sasaran pembinaan masyarakat seperti yang diharapkan oleh bangsa Indonesia, bahkan akan dapat menimbulkan berbagai prasangka yang dapat berkembang menjadi alat pemukul umat Islam untuk akhirnya membukakan jalan bagi kaum anti Tuhan untuk menghancurkan Pancasila dari dalam. Nauzu Billah Min Zalik. Pada hal Islam dan Al Quran dalam sejarah negara kita adalah salah satu pencipta, pembina dan pembela terdepan dari Pancasila itu sendiri. Oleh karena itu, Ilmu garamlah yang harus kita kembangkan dan dikehendaki setidak-tidaknya oleh angkatan muda Islam, Bukan Ilmu gincu! Dan itu juga yang pernah disebutkan kepada kami oleh almarhum Bapak DR. Mohammad Hatta yang tercinta. Dan itu pula yang menjadi hasil renungan dan pemikiran kami sejak proklamasi kemerdekaan sampai sekarang dalam umur 53 tahun dan akhirnya menjadi hasil ijtihad kami, sekali lagi ijtihad kami, dalam hal mana kami berpegang kepada hadits Nabi:

من اجتحدفا صا ب فله اجران وان اخطا فله اجرواحد
“Orang yang berijtihad itu apabila hasilnya betul maka upahnya dua dan apabila salah maka upahnya satu!”.

Akhirnya kami serukan: Pakailah Ilmu garam (terasa, tak perlu kelihatan) dan tinggalkan Ilmu gincu (kelihatan, tetapi tanpa rasa), sesuai dengan filosofi dan pendekatan dasar yang diajarkan oleh kitab suci Al Quran kepada kita semua.

Hadirin yang mulia.

Akhirnya marilah kita berdoa kepada Tuhan, kiranya bangsa kita yang sedang membangun di Indonesia ini diberkahiNya dan dilimpahkanNya hasil perbaikan hidup dan kehidupan, pemerataan, pertumbuhan dan kestabilan untuk menuju kepada negara yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, بلدة طيبة ورب غفور “suatu negara makmur di bawah lindungan dan ampunan Tuhan Yang Maha Esa”.

اللهم اتنا في الد نيا حسنة وفى الاجرة حسنة وقنا عذاب النار ان الله هوالغفورالرحيم

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Presiden Soeharto pada Peringatan Nuzulul Qur’an – Perlu Bekerja Lebih Keras Untuk Membangun