1

The Early Beginning of Islamic Base Defensive Art or IBDA

Hybrid Student  – Gunawan Yasni Featuring The Sensei – Yusmardi Yasni (Muslim Ghafarrah)

This is the beginning of the story how it all began. It is the story of my sensei, my eldest brother Yusmardi Yasni who taught me almost everything in physical self defence – from Karate to Tat Mo Keng – the ancient Japanese & Chinese self defences. We found Islamic Base Defensive Art (In bahasa Indonesia we call it Seni Pertahanan Diri Islami or simply Sendi Islami) together in our neverending journey of combining physical, mental and spiritual self defence in almost every aspect of our lives as muslims.

The story is fortunately in bahasa Indonesia as to be exact in the story telling from my own sensei, my eldest brother, my co-founder of the Islamic Base Defensive Art or simply IBDA of which in arabic terms it also means “start!”. This is the story of how the beginning of IBDA begins according to brother’s perspective.

1971, Jawa Barat Karate Open Tournament & Championship I :

Sorak sorai penonton di stadion olahraga Gelora Pancasila – Bandung, bergemuruh menyambut kemenangan 005.Bdg Timur 1karateka favorit mereka, seorang pemuda tinggi semampai dan berambut agak gondrong yang mahasiswa Fakultas Teknik Mesin dari sebuah institut yang terkenal di Bandung. hanya dalam hitungan detik, Namun sorak sorai itu terhenti setelah announcer mengumumkan bahwa pemuda itu ditunggu oleh orang tuanya di meja panitia. Ternyata orang tua si pemuda tidak membolehkannya meneruskan pertandingan, walaupun panitia dan sensei memohon agar si pemuda boleh meneruskan pertandingan final kejuaraan kumite perorangan yang sangat dinantikan penonton (mengingat si pemuda juga anggota tim dari regu yang telah menjadi juara kejuaraan kumite beregu). Maka terjadilah dialog antara si pemuda karateka dengan ayahnya, sebagai berikut :

Ayah : Papa mengirim dan membiayai kamu kesini utuk kuliah sebagai bekal hidupmu nanti, bukan untuk diadu-adu kayak ayam jago atau belajar jadi preman atau jagoan berkelahi.

Karateka : Nanda belajar karate bukan untuk jadi jagoan berkelahi atau mencari musuh, tetapi untuk menempa diri agar memiliki mental dan fisik yang kuat, juga untuk memperluas pergaulan (berkawan dengan sesama mahasiswa dari fakultas dan perguruan tinggi lain, juga dari kalangan militer dan lainnya). Dengan mental dan fisik yang kuat ditambah bekal ilmu pengetahuan dari bangku kuliah, maka nanda lebih siap bekerja keras dalam bidang dan medan kerja seberat apapun. Pergaulan yang luas, maka nanda mampu berkomunikasi dengan berbagai kalangan intelektual. Disertai dengan kemampuan beladiri (self defence), membuat nanda tidak pernah minder atau takut terhadap bangsa lain.

Namun akhirnya tetap saja si pemuda tidak diizinkan meneruskan pertandingan final dan harus segera kedokter untuk mengganti tampon (perban halus) dirongga hidungnya yang sudah kotor dan berdarah. Memang, si pemuda baru menjalani operasi sinusitis sehari sebelum pertandingan yang memakan waktu 2 hari (dari pagi s/d malam), kemudian harus rela menerima tambahan 2x suntikan pen-strep agar tidak terjadi infeksi serta sekali lagi suntikan untuk penahan rasa sakit. Jadi total selama 3 hari menerima 9x suntikan dan 14x bertanding kumite beregu & perorangan.

Cerita ini bukan direka-reka, karena si pemuda karateka itu adalah saya sendiri : Yusmardi Yasni.

Sebagai ilustrasi bahwa dialog ini bisa terjadi, maka ada baiknya dituliskan sumpah seorang karateka, seperti di bawah ini :

Sumpah Karate

Kami bersumpah,

1. Sanggup memelihara kepribadian

2. Sanggup patuh pada kejujuran

3. Sanggup mempertinggi prestasi

4. Sanggup menjaga sopan santun

5. Sanggup menguasai diri

Bagi seorang karateka sejati yang telah ratusan bahkan ribuan kali mengikrarkan Sumpah Karate, maka tentu akan mempengaruhi jiwa/karakternya dan dengan ”semangat berlatih” akan menghasilkan kekuatan fisik yang prima serta mentalitas yang tangguh. Sedangkan dari segi kedisiplinan penggunaan ilmu/seni beladiri  sudah ada aturannya sendiri dalam 10 pasal ”Dasa Prasetya Karateka” yang mencegah keterlibatan seorang karateka dalam premanisme dan tindak kejahatan lainnya.

Tentunya diharapkan dari olahraga beladiri ini dapat dihasilkan manusia pembangunan yang memiliki fisik dan mental yang tangguh (gak cengeng). Beriman dan takwa kepada Allah swt. Ada baiknya kita bercermin pada keberhasilan bangsa Jepang ”Sang Macan Asia” yang berhasil mewariskan semangat Bushido pada generasi mudanya sebagai semangat pembangunan bangsa dan negara.

Dan setelah berusia 49 tahun (sekarang 62 tahun), mencontoh para sensei di Jepang yang telah berusia lanjut dalam mempertahankan ketangguhan fisik, kesehatan dan mentalnya agar selalu menjadi manusia produktif, saya menekuni Olah Raga Pernafasan untuk mempertahankan (atau bila mungkin meningkatkan) kekuatan fisik, mental dan kesehatan, serta yang tepenting meningkatkan keimanan/ketakwaan kepada Allah swt.

Pada saat ini, setelah hampir 7 tahun sebagai praktisi dan pelatih pada sebuah organisasi olah raga pernapasan, dimana tenaga dalam adalah bagian dari latihan. Kami merasakan tetap fit & proper sebagaimana pada tahun 1971, sebagian dari pengalaman pribadi ini akan kami sharing dengan pemerhati sekalian dalam Seni Pertahanan Diri Islami atau SENDI Islami (yang dalam bahasa Inggris Islamic Base Defensive Art atau IBDA)




The Unseen Pain Of Gunawan Yasni

iwankid6

Gunawan Yasni setelah operasi kaki yang rachitis

iwankid4

Gunawan Yasni kembali ke pelukan ayahanda dan ibunda tercinta

iwankid5

Bersama dengan ahli bedah tulang dari Australia Dr. John S. Roarty dan istri

iwankid3

Kembali Belajar Melangkah

iwankid7

Ditemani dengan da’yus da’yung ni’wati dan ni’ina

iwankid1

Ulang tahun yang ke-8

iwankid2

Foto bersama nenek

YoungMGY

Mahasiswa FEUI

the8th

Kelulusan Magister (MBA/MM)

MGYPIC1c

Mulai Menjalani Hidup Sebenarnya




Hikmah Nuzulul Qur’an

Hikmah Nuzulul Qur’an kali ini yang dapat saya petik dari masjid kebanggaan Umat Islam Indonesia yaitu masjid Istiqlal, adalah penampilan dar Dr. Zainul Yasni yang benar-benar kena dihati.

Uraiannya begitu lengkap dengan permainan kata-kata dan susunannya yang aduhai yang kalau saya nilai dari isinya sudah terpenuhi semuanya. Walaupun uraiannya ini dengan teks tapi saya yakin ini adalah buah karangannya sendiri yang begitu sedap untuk dijadikan santapan sehabis berbuka puasa.

Selain isinya yang padat juga dapat dinikmati alunan suaranya yang walaupun tidak semerdu Nanang Qosim misalnya tapi sudah dapat diacungkan jempol karena kebolehannya dalam pengucapan bahasa Arabnya yang benar-benar tepat dan fasih sekali. Entah ini karena beliau sering bermain di negeri Arab sesuai dengan jabatannya sebagai Ketua Team Koordinasi kegiatan Ekspor Timur Tengah. Tetapi yang jelas salut saya adalah bahwa ternyata masih ada seorang teknokrat yang dapat diandalkan kebolehannya dalam penampilannya di forum Agama Islam yang begitu formil.

Mudah-mudahan untuk masa-masa yang akan datang, pengurus Istiqlal tidak salah pilih dalam menampilkan pembicara-pembicara yang seharusnya banyak memberikan nasihat dan bimbingan kepada pendengarnya, tapi malah sebaliknya banyak yang tidak berhubungan dengan masalah Islam yang sedang dirayakan hari besarnya tersebut.

Salut untuk Bapak Dr. Zainul Yasni mudah-mudahan “Ilmu Garam” yang Bapak kemukakan dapat hidup di bumi Nusantara yang sedang membangun ini. Amin

Achmad Golyobi
Jl. Karet Kubur
Gg. H. Latief Rt.013/06
Jakarta

Catatan Redaksi;
6 Surat senada diterima Redaksi

Ilmu Garam Bukan Ilmu Gincu 001




Presiden Soeharto pada Peringatan Nuzulul Qur’an – Perlu Bekerja Lebih Keras Untuk Membangun

*Dr. Z. Yasni: Tinggalkan Ilmu Gincu, Kembangkan Ilmu Garam

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto menyatakan pentingnya wadah Musyawarah Antar Umat Beragama yang terbentuk baru-baru ini. Sebab dengan wadah itu, ia yakin bukan saja kehidupan yang rukun dan penuh pengertian di antara umat beragama di Indonesia ini akan terbina makin kokoh, tetapi juga peranan dan sumbangan semua agama yang ada di Indonesia dalam mensukseskan pembangunan bangsa, akan makin besar lagi.

Kepala Negara RI itu mengatakan hal ini selasa malam pada peringatan Nuzulul Qur’an di Masjid “Istiqlal”, Jakarta. Acara peringatan ini dihadiri para menteri, ulama, korps diplomatik dan umat Islam yang memenuhi masjid besar itu.

“Bagi kita,” kata Presiden “sebenarnya pembangunan dan agama tidak dapat dipisahkan, Pembangunan akan membawa kita kepada kemajuan untuk mencapai kebahagiaan. Agama akan mengantar dan mendorong kita untuk mencapai kemajuan dan kebahagiaan pula. Dan kemajuan yang penuh kebahagiaan bagi kita semua itu, adalah tujuan pembangunan masyarakat Indonesia”.

“Apabila tujuan setiap agama adalah untuk memperbaiki mutu kehidupan manusia, lahir maupun rohaninya, maka teranglah bahwa mutu kehidupan yang demikian itu tidak akan terwujud dalam masyarakat yang serba terbelakang dan penuh kemiskinan. karena itu, dari agama-lah sesungguhnya bersumber dorongan yang tidak habis-habisnya agar masyarakat membangun dirinya”.

Presiden mengingatkan, semua agama mengandung seruan dan suruhan untuk membangun masyarakat agar tercapai kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun kebahagiaan hidup di akhirat yang nanti. “Kebahagiaan hidup di dunia yang sekarang hanya mungkin tercapai melalui pembangunan. Karena itu marilah kita bekerja lebih keras lagi untuk mensukseskan pembangunan”. Kata Presiden.

Pada awal pidatonya, Presiden meminta kesadaran kita akan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. ” Ini membuat kita tidak lupa diri sewaktu mencapai keberhasilan, dan tidak akan patah semangat-sewaktu dihadang kesulitan. Dalam arti itulah kita menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan penyerahan diri seperti itu membuat kita berbahagia”.

Antara gincu dan garam

Sementara itu Dr. Zainul Yasni dalam khotbahnya menyerukan ditinggalkannya “ilmu gincu” dan dipakainya “ilmu garam” oleh umat Islam di Indonesia. Sebab hal ini sesuai dengan filosofi dan pendekatan dasar yang diajarkan kitab suci Al Quran.

Dr. Yasni mengemukakan, Nabi Muhammad SAW pernah menyatakan bahwa karya seorang dengan tangannya dan setiap usaha dagang yang baikadalah kerja yang terbaik. Ini berarti bahwa isi dan kegiatan, lebih penting dari sekedar bentuk dan merek. Dalam kaitan ini ditunjukkan bahwa rakyat Indonesia dengan sadar telah memilih bentuk Republik dengan dasar Pancasila bagi negaranya.

Menurut Dr. Yasni, Hakekat Pancasila dilahirkan oleh para pendiri Negara dari hakekat paham ke-Tuhanan dan kemasyarakatan yang hidup dalam negara ini, pada agama manapun terletaknya, meskipun terutama pada Islam selaku agama mayoritas rakya Indonesia. Masing-masing pemeluk agama dalam sejarah negara ini, cukup terpelihara dan kehidupan lahir-bathinnya telah berkembang dengan baik dan tidak mengecewakan.

Dinyatakan, sejauh mengenai Islam. Dapat disaksikan perkembangan kualitatifnya terus meningkat, demikian pula kuantitatifnya, yang bahkan jauh lebih cepat dibanding negara-negara tempat lahirnya Islam itu sendiri. “Banyak tamu dari Timur Tengah yang semula tidak mengira bahwa Islam itu diamalkan di Indonesia, meskipun dia dilahirkan dan dirayakan di negara lain”.

Garam dalam air

Dr. Yasni yang sehari-harinya adalah Ketua Team Koordinasi Kegiatan Ekspor Timur Tengah Deperdagkop menyatakan, agama Islam maju, meskipun negara ini bukan bernama Negara Islam atau Negara Teokrasi, dan meskipun pula bukan negara sekular. Karena Pancasila sendiri tidak membenarkan sekular. “Ibarat garam dalam air, Islam itu terasa meskipun tidak kelihatan seperti gincu yang tampaknya saja menyolok dan gagah karena warnanya maupun papan nama, tapi tanpa rasa dan cita.

Sehingga kata Dr. Yasni, bagi kita di Indonesia adalah keliru kalau masih ada yang berilmu gincu, yang menginginkan “nama” lebih daripada “isi”. Atau yang mementingkan “bungkus” atau “merek” dari isi. Karena, katanya. hal itu bagi kondisi Indonesia tidak akan mengenai sasaran pembinaan masyarakat seperti yang diharapkan bangsa Indonesia. “Bahkan akan dapat menimbulkan berbagai prasangka yang dapat berkembang menjadi akhirnya membukakan jalan bagi kaum anti-Tuhan untuk menghancurkan Pancasila dari dalam”.

Zainul Yasni yang juga dosen IPB menyatakan, karena Islam dan Al Quran dalam sejarah negara ini adalah salahsatu pencipta, pembina dan pembela terdepan Pancasila, maka “ilmu garam-lahyang harus kita kembangkan dan yang dikehendaki angkatan muda Islam, bukan ilmu gincu!”. Demikian Dr. Yasni.

Dikutip dari harian Kompas tanggal 06 Agustus 1980

Hikmah Nuzulul Qur’an




Ilmu Garam Bukan Ilmu Gincu

Zainul Yasni

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Peringatan Nuzulul Quran
Selasa, 17 Ramadhan 1400 / 29 Juli 1980

The Doctor – Zainul Yasni (Muslim Ghafarrah)
Ketua team Koordinasi Kegiatan Ekspor Timur Tengah – Depdagkop / Dosen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor

HADIRIN YANG MULIA.

Memperingati turunnya kitab suci Al Quran, wahyu Allah SWT kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW selaku kitab terakhir yang mengandung pula ringkasan isi kitab-kitab Taurat, Zabur, Injil dan lain-lain yang diterima Nabi-nabi ratusan tahun sebelumnya, tidaklah akan terasa hakikat maknanya jika tidak kita ungkapkan pula beberapa inti pokok isinya secara padat serta tepat mengenai manusia dan masyarakat kemanusiaan secara bulat dan seutuhnya pula.

Daya Gayut (relevansi) peringatan Nuzulul Quran itu akan mempunyai bobot dan mengandung bibit dinamik motivasi yang kuat apabila kita menyadari kehadiran kita di tengah-tengah masyarakat dunia dengan aneka bangsa yang saling berkaitan dalam inter-komunikasi serta bersentuhan dalam inter-aksi.

Pertama-tama, Al Quran itu sendiri yang diturunkan Tuhan beransur-ansur selama 23tahun masa ke-Nabi-an Muhammad, adalah untuk kebahagiaan seantero umat manusia dan seluruh alam raya, dan bukan hanya untuk orang yang beragama islam saja. Islam dan pemeluknya dikehendaki agar berfungsi selaku katalisator, dinamisator dan penjaga keseimbangan dan kemantapan jalan lurus ditengah benturan berbagai macam gerakan-gerakan ekstrim yang saling bertentangan. Azasnya Al Quran itu adalah garis-bagi antara kebenaran dan kebathilan. Ujudnya adalah garis pisah antara yang ber-Tuhan dan yang anti-Tuhan.
“Bulan Ramadhan yang didalamnya diturunkan Al Quran untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia disertai penjelasan-penjelasan dari petunjuk itu dan pem-beda-an (Al Furqan) di antara yang hak dan yang bathil”. (Surat Al Baqarah ayat 185)

Hal ini lebih ditekankan lagi dengan penegasan Tuhan atas tugas ke-Nabi-an Muhammad SAW bahwa:
“Dan tidaklah kami utus kamu (ya, Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat/berdaya guna bagi semesta alam”. (Surat Al Ambiya ayat 107)

Sedangkan Al Quran adalah bekal utama dan senjata yang ampuh bagi Muhammad dalam tugas ke-Rasul-annya!

HADIRIN YANG MULIA.

Sesuai dengan maksud diturunkannya Al Quran untuk menjadi pedoman hidup pribadi dan masyarakat segenap manusia dan alam semesta, maka sikap dasar filosofi dan metode pendekatan yang diajarkan oleh Nabi yang membawakannya adalah: mendorong, membangkitkan minat, membangun, menegor dan mengembangkan. Pendeknya sikap dasar dan pendekatan Al Quran itu adalah senantiasa bersifat developmental, taqaddumiyah, dinamisator dan katalisator, bertolak ansur dan bertenggang rasa, saling menasehati, tidak benar sendiri.

Konsultatif keseimbangan, bukan konfrontatif berat sebelah, tetapi memilih jalan tengah yang lurus!
“Dan demikianlah kami jadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan (yang berkeseimbangan tentunya) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia, sedangkan Rasul menjadi saksi pula atas perbuatan kamu itu”. (Surat Al Baqarah ayat 143)

Jalan lurus itu pula yang senantiasa kita doakan agar senantiasa dibukakan Tuhan kepada kita sebagai yang tersimpul dalam surat Al Fatihah:
“Pimpin dan tunjukilah kami kepada jalan yang lurus (yaitu) jalan orang orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka (dan) bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.

Selanjutnya Al Quran secara lengkap dan luas memberikan petunjuk-petunjuk dan bimbingan hidup. Diberikannya pula bahwa semua Nabi sejak Adam, Ibrahim, Nuh, Musa, Isa dan lain-lain adalah nabi kita dan karena itu semua pengikut-pengikutnya harus saling kenal dan tidak bercekcok. Diaturnya pula cara beribadat (hablim minal-Lah), cara bergaul (hablim minan-Nas), rumah tangga khidmat anak kepada orang tua, kesetiaan suami dan isteri, murid dan guru, keseragaman hidup antar agama, pergaulan politik dan pengaturan pemerintahan, musyawarah aturan perang damai ekonomi, dagang dan kebudayaan, waris dan keluarga, pemberantasan kemiskinan, pemerataan kesempatan dan pendapatan dan sebagainya. Hanyalah hati dan jiwa berdosa sajalah yang menutup diri terhadap ajaran-ajaran yang senantiasa bersifat developmental, taqaddumiyah, dan membangun itu!

Disamping itu patut secara khusus kami singgung di sini, bahwa tidak sedikit ayat Quran yang tegas-tegas mendorong orang berpikir serta mengembangkan ilmu dan teknologi.

Surat An Naml ayat 88 umpamanya, menyatakan;
“Dan tengoklah gunung-gunung itu. Engkau kira dia tetap ditempatnya? pada hal dia itu berjalan sebagai bergeraknya awan-gemawan. (Begitulah) bikinan Allah yang membuat kokoh tiap-tiap sesuatunya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa saja yang engkau kerjakan”.

Ayat ini merupakan rangsangan untuk mempelajari tata surya, dimana dalam ayat ini digabungkan kepahaman ilmu bumi geografi dan ilmu angkasa kosmografi dalam tata surya! dengan demikian Al Quran meluaskan cakrawala pandangan dan sikap hidup kita.

Di samping itu banyak lagi ayat-ayat lain yang menyuruh manusia meneliti ke dalam diri, fisik dan jiwa sendiri, mengenal anatomi dan introspeksi diri, di samping disuruhnya kita bercermin kepada kitab besar berupa alam jagad raya, bagaimana gunung dan bukit ditinggikan, bagaimana darat dan laut dihamparkan, kutub dan sumbu bumi diatur tertib dalam fungsi-fungsi yang serasi, berkait dan berimbang.

Firman Allah menyatakan:
“Kami jadikan segala sesuatunya itu ditimbang”, artinya diproporsikan secara rapi dan sesuai antara satu sama lain, baik dalam ukuran benda terkecil dalam suatu atom maupun yang terbesar jagad raya, yang semuanya tersusun dalam ukuran dan hukum dasar yang sudah ditentukan, membuktikan kemaha-kuasaan Tuhan pencipta seru sekalian alam.

Sangat menarik perhatian pula bahagian-bahagian Al Quran yang menceritakan perkembangan alam dan manusia, dipahamkannya sejarah manusia dan masyarakat bukan hanya dalam bentuk angka fakta, tetapi dalam jalinan sebab dan akibat, tantangan-tantangan dan jawabnya. Bukan pemahaman teknokrasi tetapi bulat dengan pemahaman institusi!

Jazirah Arab dan negara-negara Timur Tengah umumnya adalah tempat lahirnya Nabi-nabi sejak dulu kala disertai kitab-kitab Agama yang beliau bawakan. Semuanya turun di daerah yang gersang, padang pasir dan batu, alamnya yang kering dan kikir, penduduknya yang keras dan kasar, disertai praktek kebathilan dan kekejaman yang mencapai puncak dan kesewenangan.

Ke situlah Agama, Kitab dan Rasul didatangkan, dan dari situlah lahir peradaban yang mengangkat derajat manusia jahiliyah itu menjadi manusia yang bermutu setelah menghadapi tantangan-tantangan yang tidak ringan. Namun demikian hasilnya adalah senantiasa menangnya kebenaran melawan tantangan-tantangan kebathilan itu dan makin lama makin berhasil meluaskan kemajuan peradaban dan rangsangan ilmu pengetahuan ke Barat dan ke Timur, ke Utara dan ke Selatan. Dengan senjata ilmu dan teknologi itu akan dapat dinikmati lebih sempurna sumber-sumber kekayaan alam semesta untuk umat manusia seperti diajarkan oleh Al Quran-ul Karim itu.

HADIRIN YANG MULIA.

Sejarah menunjukkan pula bahwa buah utama peradaban yang berkembang dari Timur Tengah itu, dalam bentuk kemajuan ilmu dan teknologitersebut telah dipetik dan berhasil berkembang di Barat, sehingga +/- 3/4 kekayaan dunia dinikmati oleh +/- 1/4 manusia bumi yang beruntung mendapat dan menggunakan teknologi itu, sedangkan selebihnya 3/4 penduduk dunia terpaksa hidup serba kekurangan dari +/- 1/4 produksi dunia itu. Demikianlah, dari Timur Tengah sejarah berputar ke Barat! Kekuasaan politik, ekonomi dan perdagangan mereka rebut. Perdagangan Indonesia dengan Arab yang mengawali perdagangan luar negeri Indonesia beberapa abad yang lalu yang notabene telah menjadi jembatan berkembangnya Islam di Indonesia, beransur-ansur terdesak dan akhirnya lenyap dan berganti dengan perdagangan Indonesia – Barat. Bahkan perdagangan kita dengan Cina dan Jepang pun waktu itu terdesak pula dan direbutnya.

Akan tetapi di balik sebenarnya, dengan kebanggaan modernisasi dan kadang-kadang ketakaburan teknologi yang diiringi kolonialisasi dimasa yang lalu, mereka diam-diam telah memupuk ketergantungan yang besar kepada salah satu sumber energi, yaitu minyak yang +/- 2/3 produksi dunia berasal dari negeri Timur Tengah tersebut. Ketergantungan itu jelas nampak dari proses konsumsi, produksi, angkutan, pemanasan di musim dingin, pendinginan di musim panas dan lain-lain pengembangan kenikmatan hidup yang sukar dapat dibayangkan tanpa menggunakan minyak sebagai sumber energi. Mesin-mesin dan alat-alat modern dibuat dengan minyak sebagai penggerak utamanya, dan semuanya itu tidak akan mudah dirubah dan diredesign, kalaupun dalam belasan tahun yang akan datang dapat dikembangkan sumber-sumber energi lain.

Rupanya angin perputaran sejarah mulai membalik arah. Perang Mesir – Israel 3 Oktober 1973, menyebabkan negara-negara minyak Timur Tengah melakukan embargo minyak ke negara-negara maju yang menyokong Israel, kemudian disusul dengan menaikkan harga minyak terus menerus yang dimungkinkan karena perkembangan-perkembangan politik di kawasan itu telah menempatkan mereka menjadi nyata-nyata pemilik sumber minyak itu sendiri yang sebelumnya selama berpuluh-puluh tahun dikuasai negara-negara lain yang menentukan harga-harga minyak itu tidak berubah selama berpuluh tahun pula, sedangkan harga barang-barang hasil industri mereka naik terus menerus.

Demikianlah, maka sejak tahun 1974 beratus-ratus milyard dollar tiap tahun telah dan akan mengalir kembali ke negara-negara Timur Tengah. Hal itu telah memungkinkan mereka mengadakan lompatan-lompatan besar dalam pembangunan untuk mengejar ketinggalan mereka ratusan tahun selama hari-hari dan sejarah meninggalkan mereka. Dengan dana yang besar itu pastilah pula mereka akan terus menerus memerlukan bahan bangunan, barang konsumsi, bahan baku industri, tambahan tenaga manusia dan berbagai jasa lainnya yang bagi kita dalam rangka pembangunan Indonesia merupakan kesempatan-kesempatan baru yang terbuka bagi ekspor non-migas dalam arti luas, secara saling menguntungkan dengan wajar dan bukan meminta-minta, dalam rangka diversifikasi ekspor kita secara horizontal maupun vertikal, menghadapi tanda-tanda resesi ekonomi negara-negara maju dan peningkatan konsumsi minyak dalam negeri yang lebih besar dari peningkatan produksinya sehingga ekspor non-migas harus ditingkatkan secepat-cepatnya sesuai repelita III.

Pendeknya perkembangan-perkembangan dan ketegangan-ketegangan yang berjalan saling susul menyusul sejak tahun 1973 itu telah mengharuskan dilakukannya pemikiran pemikiran baru dan dihilangkannya prasangka-prasangka tertentu, penyusunan tata ekonomi dunia yang baru, dan lain-lain perubahan besar yang harus bersama-sama kita lakukan (terutama dengan meningkatkan kerjasama antara sesama negara berkembang di Barat, Timur Tengah dan Timur Jauh), jika dunia yang kita tinggali ini ingin kita hindarkan dari kemungkinan-kemungkinan perang dunia ketiga.

Itulah perputaran angin besar sejarah dunia yang diselipkan Tuhan di dalam ayat 140 surat Ali Imran:
Demikanlah hari-hari (kejayaan dan kehancuran itu Kami pergilirkan diantara umat manusia (agar mereka mendapat pelajaran)”.

HADIRIN YANG MULIA.

Kami merasa perlu sangat mengemukakan beberapa catatan lagi, sebelum mengakhiri uraian kami, sebagai berikut.

Di tengah-tengah dunia yang makin kecil akibat kemajuan teknologi perhubungan udara dan angkasa, laut dan telkom, penginderaan jarak jauh, maka manusia dalam aneka bangsa dan golongan telah dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi dalam menghadapi perkembangan-perkembangan baru tadi itu, yang cukup menggoncangkan ubun-ubun dan pusar ekonomi politik bangsa-bangsasedunia dewasa ini.

Apakah gerangan petunjuk-petunjuk dasar dari Al Quran dalam mengarungi lautan sisa hidup dunia yang sebenarnya dapat terancam oleh kemajuan teknologi dan perbuatan manusia itu sendiri, sebagaimana disebutkan dalam surat Rum ayat 41:
“Jelas nampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan tangan manusia, sehingga Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka itu, agar mereka kembali ke jalan yang benar”.

Diantara petunjuk-petunjuk pokok Al Quran itu ialah:

Pertama: surat Al Hujuraat ayat 13:
“Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku-suku bangsa, supaya kamu saling mengenal satu sama lain, sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Tuhan ialah yang lebih bertaqwa (memelihara diri dari kejahatan)”.

Inti artinya ialah bahwa manusia diciptakan Tuhan dari lelaki dan perempuan dan dijadikan pula berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar satu sama lain saling berkenalan dan saling menghormati serta berbaik-baikan.

Dengan kata lain masalah-masalah dunia harus diselesaikan dengan cara konsultasi antar bangsa dan bukan saling berkonfrontasi, apalagi akan mengobarkan peperangan yang pasti akan menghancurkan sebahagian besar penghuni bangsa kita ini. Dalam rangka ini Tuhan selanjutnya mewahyukan ayat 125 dari surat An Nahl:
“Ajaklah mereka ke jalan Tuhan dengan bijaksana dan pengajaran yang baik, dan bertukar fikiranlah dengan mereka menurut cara yang sebaik-baiknya. Sesungguhnya Tuhan Engkau lebih tahu siapa yang tersesat jalannya, dan Dia lebih tahu pula orang-orang yang menuruti jalan yang benar”.

Garis pokok isinya ialah menegaskan agar kita mengajak orang ke jalan Allah dengan bijaksana dan dengan contoh perbuatan yang baik. Juga berdebat menghadapi pihak lain harus dengan cara yang lebih baik pula. Kefanatikan dan kepicikan harus dijauhkan untuk kemaslahatan Bangsa dan dunia.

Kedua: Antar agama perlu dikembangkan kerukunan hidup, saling menghormati dan tidak saling menggerogoti. Pegangan kita bersama berupa Tuhan Yang Maha Esa perlu senantiasa diingat dan dibela bersama-sama.

Di dalam ayat 64 surat Ali Imran disebutkan:
“Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah kita menuju kesuatu kalimat (ketetapan) yang bersamaan antara kami dan kamu, yaitu bahwa tidak kita sembah kecuali Allah (Tuhan Yang Maha Esa) dan tidak kita persekutukan Dia dengan apapun dan tidak (pula) sebahagian kita menjadikan sebahagian yang lain sebagai Tuhan selain dari pada Allah”.

dan seterusnya:
“Tidaklah boleh ada paksaan dalam hal agama”,

bahkan Tuhan Menegaskan pula: Suatu kalimat terkenal, yaitu “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”.

Bahkan ditegaskan Tuhan pula di dalam ayat ke 40 dari surat Al Haj bahwa kalau manusia antar agama tidak mau saling membantu dan bekerjasama, bisa terjadi bahwa rumah-rumah ibadat agama-agama itu akan hancur oleh kaum anti Tuhan.
“Orang-orang yang diusir dari tempat kediaman mereka tanpa alasan yang benar kecuali karena mereka berkata: Tuhan kami hanyalah Allah. Sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia terhadap bahagian yang lain, tentu telah akan hancurlah biara-biara nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat Yahudi dan mesjid-mesjid yang di dalamnya semua banyak disebut nama Allah”, ….. dan seterusnya.

Jelas disini betapa pentingnya kerjasama dan kerukunan antar agama kalau sekiranya rumah-rumah ibadat tiang agama-agama itu hendak dipertahankan dari bahaya penghancuran oleh kaum anti agama.

Ketiga: (dan yang terakhir serta terpenting), bahwa sepanjang sejarah bernegara dan bermasyarakat, Al Quran dan sunnah Nabi lebih mementingkan amal dan kenyataan, isi dan ujud daripada seribu gagasan, cita-cita maupun teori.

Pada suatu waktu Nabi Muhammad ditanya orang:

أى الآعما ل أفضل؟ قل: عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور
“Kerja apakah yang terbaik? Berkata Nabi: Karya seorang dengan tangannya dan setiap usaha dagang yang baik”. Ini menunjukkan bahwa isi dan kegiatan lebih penting dari bentuk dan merek!

Rakyat Indonesia dengan sadar telah memilih bentuk Republik dengan dasar Pancasila bagi negaranya. Pancasila itu sendiri pada hakekatnya adalah batas akhir (final border line) antara yang ber-Tuhan dan anti-Tuhan. Karenanya orang yang tidak menerima salah satu atau lebih dari kelima sila itu, tidak dapat diterima sebagai keluarga Pancasila. Dan karena itu pulalah gerakan tidak atau anti ber-Tuhan dilarang oleh rakyat Indonesia untuk selama-lamanya.

Hakekat Pancasila itu sebenarnya pula dilahirkan oleh para pendiri Negara kita dari hakikat paham ke-Tuhanan dan kemasyarakatan yang hidup di dalam negara kita, pada agama mana pun terletaknya, meskipun tentunya terutama pada Islam selaku agama mayoritas rakyat Indonesia. Masing-masing pemeluk agama itu dalam sejarah negara kita cukup terpelihara dan kehidupan lahir bathinnya telah berkembang dengan baik dan tidak mengecewakan. Sejauh mengenai Islam kita saksikan perkembangannya secara kualitatif berupa derajat ke Islaman rakyat kita yang meningkat terus dan kuantitatif berupa perkembangan pembangunan sekolah-sekolah Islam, mesjid, rumah sakit, haji dan lain-lain yang kami lihat sendiri jauh lebih cepat meskipun dibandingkan dengan di negara-negara tempat lahirnya Islam itu sendiri. Urusan-urusan masyarakat Islam diselesaikan oleh Mahkamah-mahkamah syariah Islam yang ada dan dibiayai dari anggaran belanja Negara Pancasila itu sendiri. Bahkan pembinaan Ilmu Al Quran sampai kepada seni bacanya (Tilawatil Quran) dikembangkan dan dikumandangkan oleh pemerintah Republik Indonesia bersama masyarakat Islam yang juga dihormati oleh kalangan agama-agama lainnya.

Banyak tamu-tamu negara Timur Tengah yang tidak mengira tadinya bahwa Islam itu diamalkan di Indonesia, meskipun ia dilahirkan dan dirayakan di negara lain.

Agama Islam Maju, meskipun negara kita bukan bernama Negara Islam atau Negara Theokrasi, dan meskipun bukan pula negara sekuler karena Pancasila itu sendiri tidak membenarkan sekuler.

Ibarat garam dalam air, Islam itu terasa meskipun tidak kelihatan seperti gincu (zat pewarna merah dalam air) yang nampak kelihatan menyolok dan gagah, karena warna atau papan nama, tetapi tanpa rasa dan cita.

Bagi kita di Indonesia adalah adalah keliru kalau ada yang masih ber-ilmu gincu, yang menginginkan nama lebih daripada isi, karena hal itu bagi kondisi Indonesia tidak akan mengenai sasaran pembinaan masyarakat seperti yang diharapkan oleh bangsa Indonesia, bahkan akan dapat menimbulkan berbagai prasangka yang dapat berkembang menjadi alat pemukul umat Islam untuk akhirnya membukakan jalan bagi kaum anti Tuhan untuk menghancurkan Pancasila dari dalam. Nauzu Billah Min Zalik. Pada hal Islam dan Al Quran dalam sejarah negara kita adalah salah satu pencipta, pembina dan pembela terdepan dari Pancasila itu sendiri. Oleh karena itu, Ilmu garamlah yang harus kita kembangkan dan dikehendaki setidak-tidaknya oleh angkatan muda Islam, Bukan Ilmu gincu! Dan itu juga yang pernah disebutkan kepada kami oleh almarhum Bapak DR. Mohammad Hatta yang tercinta. Dan itu pula yang menjadi hasil renungan dan pemikiran kami sejak proklamasi kemerdekaan sampai sekarang dalam umur 53 tahun dan akhirnya menjadi hasil ijtihad kami, sekali lagi ijtihad kami, dalam hal mana kami berpegang kepada hadits Nabi:

من اجتحدفا صا ب فله اجران وان اخطا فله اجرواحد
“Orang yang berijtihad itu apabila hasilnya betul maka upahnya dua dan apabila salah maka upahnya satu!”.

Akhirnya kami serukan: Pakailah Ilmu garam (terasa, tak perlu kelihatan) dan tinggalkan Ilmu gincu (kelihatan, tetapi tanpa rasa), sesuai dengan filosofi dan pendekatan dasar yang diajarkan oleh kitab suci Al Quran kepada kita semua.

Hadirin yang mulia.

Akhirnya marilah kita berdoa kepada Tuhan, kiranya bangsa kita yang sedang membangun di Indonesia ini diberkahiNya dan dilimpahkanNya hasil perbaikan hidup dan kehidupan, pemerataan, pertumbuhan dan kestabilan untuk menuju kepada negara yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, بلدة طيبة ورب غفور “suatu negara makmur di bawah lindungan dan ampunan Tuhan Yang Maha Esa”.

اللهم اتنا في الد نيا حسنة وفى الاجرة حسنة وقنا عذاب النار ان الله هوالغفورالرحيم

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Presiden Soeharto pada Peringatan Nuzulul Qur’an – Perlu Bekerja Lebih Keras Untuk Membangun